REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL – Sekelompok pemuda Kristen dari Bakhdida (Baghdeda), di Qaraqosh, Provinsi Niniwe, Irak Utara melakukan inisiatif bertajuk 'Mari Membangun Jembatan Perdamaian dan Merobohkan Tembok Kebencian'.
Untuk mencapai tujuannya, para relawan mengumpulkan pakaian dan sembako untuk orang dewasa, dan mainan untuk anak-anak. Bantuan itu dibawa ke penghuni kamp pengungsi di Khazir, dekat Mosul. Kamp di sana menampung keluarga yang mengungsi akibat ISIS.
Proyek lainnya dilakukan pemuda Muslim, seperti membersihkan gereja yang diprakarsai oleh relawan Sawaed al-Museliya. Ini adalah kolaborasi dan kepercayaan yang diperbarui antara anak-anak muda dari latar belakang agama yang berbeda.
Semangat baru ini telah muncul di Mosul, bekas benteng ISIS dan Ibu Kota khilafah. Inisiatif Natal, sebagaimana orang Kristen menamainya, mereka berusaha memberikan kenyamanan selama liburan bagi penduduk Kamp Khazir, yang didirikan ketika operasi untuk membebaskan Provinsi Niniwe.
Lebih dari 6.000 keluarga sebagian besar Muslim, dari Distrik Ba'aj dan Rabia dan sub-distrik Zammar di Mosul, tinggal di kamp tersebut.
Ini adalah langkah penting bagi berbagai komunitas di Irak utara saat mereka mencari cara untuk hidup berdampingan. Faktanya, inisiatif tersebut mendapat gaung di media sosial ketika orang-orang menanggapi permohonan bantuan berulang kali bahkan ada sumbangan kecil hingga uang.
Unjuk rasa solidaritas bagi para pengungsi ini terjadi setelah Kementerian Migrasi Irak menutup beberapa kamp pengungsi. Sehingga membahayakan kelangsungan hidup puluhan ribu keluarga yang hidup dalam kondisi sangat membutuhkan.
Inisiatif para pemuda Kristen ini dimulai 10 hari yang lalu dan mendapat dukungan serta bantuan luas dari berbagai komunitas di Dataran Niniwe dan Ankawa, distrik Kristen Erbil, Kurdistan Irak.
“Ini adalah salah satu dari banyak inisiatif yang dilaksanakan oleh umat Kristiani, terutama kaum muda, untuk mempromosikan hidup bersama," kata Pastor Paul Thabit Mekko, Ketua Komunitas Kristen di Karemlash (Karamles). Dilansir dari Asia News, Kamis (26/11).
Contoh-contoh seperti ini sangat membantu dan menunjukkan bahwa ada cahaya di ujung terowongan setelah bertahun-tahun kekerasan ekstremis dan serangan sektarian yang sangat mewarnai masyarakat Irak.
“Sekarang kita perlu memperkuat dan mengubah cahaya ini menjadi api yang menyebar ke lebih banyak lapisan masyarakat untuk menjamin masa depan umat Kristiani di wilayah ini dalam menghadapi bahaya eksodus besar-besaran yang masih ada,” kata dia.