Selasa 03 Nov 2020 11:55 WIB

Penyatuan Kalender Islam: Nasional, Regional, dan Global

Problematika penyatuan kalender Islam di tanah air mengemuka sejak sebelum 1945.

Penyatuan Kalender Islam: Nasional, Regional, dan Global. Pedagang Palestina menghiasi kiosnya dengan lampu berwarna untuk dijual menjelang bulan suci Ramadhan di Kota Nablus, Kamis (23/4). Umat Muslim di seluruh dunia bersiap untuk merayakan bulan suci Ramadhan dengan berdoa pada malam hari dan tidak makan, minum, dan melakukan hubungan seksual selama matahari terbit hingga terbenam. Ramadhan adalah bulan kesembilan dalam kalender Islam dan diyakini bahwa wahyu ayat pertama dalam Quran saat 10 malam terakhir.
Foto:

Bila diperhatikan, tiga sifat penyatuan kalender Islam ini (nasional, regonal, global) masing-masing memiliki keunggulan dan sekaligus kekurangan, betapapun ketiganya memiliki saling keterkaitan. Secara praktis, tidak dipungkiri bahwa penyatuan dalam skup nasional merupakan hal urgen karena ia secara riil diperlukan dan dipraktikkan oleh masyarakat di suatu negara. Hanya saja problemnya dalam skup nasional (satu negara) sampai saat ini masih saja terjadi perbedaan dan silang pendapat.

Selanjutnya, berdasarkan realita ini timbul pertanyaan, dari tiga skup penyatuan kalender ini, yang mana sebagai skala prioritas dan terlebih dahulu perlu diupayakan? Hemat penulis, dengan segenap analisis dan pertimbangan, penyatuan kalender Islam dalam tingkat global lebih memiliki nilai dan prospek postif dibanding dua skup penyatuan lainnya. Ide penyatuan secara bertahap (dimulai dari nasional, regional, lalu global) terbilang tidak efektif dengan dua analisis dan atau alasan.

Pertama, jika umat Islam menghabiskan energi menyelesaikan penyatuan dalam tingkat nasional dan atau regional, baru kemudian penyatuan tingkat global, maka secara praktis berpotensi terjadi pengulangan proses penyatuan dan perumusan konsep kalender. Kedua, penyatuan bertahap secara pasti akan menyita waktu untuk merumuskan konsep, metode, dan implementasinya di lapangan. Seperti diketahui, dalam penyatuan nasional dan regional sendiri sangat menguras energi dan waktu, seperti terjadi saat ini.

Secara psikologis, manakala sebuah konsep kalender telah mapan dan diterapkan secara konsisten dalam tingkat nasional maupun regional, lalu berikutnya diubah menuju penyatuan tingkat global, maka dapat dipastikan akan terjadi pengulangan perumusan kalender yang akan diberlakukan. Lagi-lagi secara psikologis hal ini memberatkan bagi masyarakat di tiap negara maupun kawasan regional tertentu.

Bagaimanapun, penyatuan dalam tingkat global lebih memiliki prospek dan keunggulan dari berbagai aspek. Pertama, dengan mengupayakan “Kalender Islam Global”, kita berperan dan berkontribusi dalam menyelesaikan problem peradaban dan keumatan dunia yaitu terkait kalender yang bersifat unifikatif-komprehensif, yang sampai hari ini belum kunjung wujud, padahal usia peradaban Islam sudah 14 abad lebih.

Kedua, dengan lahirnya “Kalender Islam Global”, kita tidak dikhawatirkan dengan adanya potensi perbedaan puasa Arafah dan Idul Adha. Ketiga, dengan aktif membincang dan mendialogkan “Kalender Islam Global”, maka kita telah berihtiar peradaban, dan secara bersamaan kita telah meninggalkan sebuah tradisi dan edukasi ilmiah-akademik bagi para generasi peradaban yang akan datang.

Keempat, dengan mengupayakan “Kalender Islam Global”, ini sejalan dan senafas dengan amanat UUD 1945 yaitu ikut dan aktif melaksanakan ketertiban dunia, dalam hal ini penertiban sistem penjadwalan waktu (Kalender Islam). Kelima, dengan mengupayakan penyatuan global, maka tidak memiliki resiko mengulang proses penyatuan dari awal lagi. Wallahu a’lam.

 

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/10/31/penyatuan-kalender-islam-antara-nasional-regional-dan-global/

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement