REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdapat tiga bukti cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks maulid (kelahiran) Nabi SAW, peristiwa ini menjadi momentum untuk membuktikan kecintaan kita kepada Rasulullah, Muhammad SAW.
Ketiga bukti tersebut yaitu pertama, meneladani akhlaknya yang mulia. Memosisikan Nabi sebagai uswah (teladan) yang kita pelajari, gali, dan kita hidupkan akhlak mulianya dalam keseharian.
Kedua, mematuhi dan menjalankan perintah, dan menjauhi larangannya. Menebarkan nilai-nilai luhur, kasih sayang, dan menjauhi nilai-nilai rendah dan nista.
Ketiga, memperbanyak menyebut namanya dalam sholawat, Barzanji, dan sejenisnya. Dalam pepatah Arab dikatakan:
من احب شَيْئا اكثر من ذكره "Man ahabba syaian aktsara min dzikrihi (barangsiapa yang mencintai sesuatu/seseorang maka dia akan banyak menyebut namanya)".
Rasulullah SAW dalam sabdanya menyatakan: مَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ "Man ahabbani kana ma'iy fi al-jannah (barangsiapa yang mencintaiku, maka kelak dia akan bersamaku di surga)".
Allah dan Malaikat-Nya pun bersholawat kepada Nabi Muhammad. Dalam satu ayat dikatakan: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bersholawat kepada Nabi, wahai orangorang yang beriman bersholawatlah kepada Nabi dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya dengan sebenarbenarnya salam."
Berbagai ragam sholawat bermunculan sebagai ekspresi cinta kepada Nabi. Kita mengenal sholawat badar, sholawat fatih, sholawat nariyah, sholawat asghil, dan sejenisnya. Kekayaan ragam sholawat ini telah mengisi warna kebudayaan Islam. Bahkan, dalam tradisi Mesir, sholawat menjadi magnet paling kuat dalam merekatkan hubungan yang longgar dan dapat mempersatukan yang sedang berkonflik.
Halaman selanjutnya ➡️