Kamis 22 Oct 2020 15:59 WIB

Tokoh Santri yang Dikenang Jadi Pahlawan Bangsa (1)

Besarnya pengaruh pesantren dan santri dalam memperjuangkan NKRI tak bisa dipungkiri.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Ani Nursalikah
Tokoh  Santri yang Dikenang Jadi Pahlawan Bangsa (1). Hasyim Asyari
Foto:

2. Haji Misbach

Pandangan Haji Misbach memang sedikit radikal dari pada santri lainnya. Dia berpendapat jika Komunisme bisa berjalan bersama Islam, karena sama-sama melawan ketidakadilan dan penindasan. 

Lahir pada 1876 di Kauman Surakarta, pribumi dari keluarga pedagang batik itu awalnya diberi nama Ahmad. Namun, sesuai adat Jawa, ia mengubah namanya setelah menikah menjadi Darpodiprono, dan mengubahnya kembali setelah berhaji menjadi Haji Mohammad Misbach.

Nor Hiqmah (2008) dalam catatanya menulis, orang tua Misbach pada awalnya juga menyekolahkan Ahmad saat kecil ke Pesantren. Meskipun, dirinya juga diketahui sempat masuk sekolah pemerintahan yang disediakan untuk pribumi atau Bumiputera ‘Ongko Loro’.

Namun, kehidupan dan masa tumbuhnya dihabiskan di pesantren. Hingga akhirnya ketika mulai beranjak dewasa tepatnya pada 1914, ia mulai bergabung dengan Inlandsche Journalisten Bond (IJB) sebuah perkumpulan jurnalistik yang didirikan oleh tokoh pergerakan Mas Marco Kartodikromo. Sebelum akhirnya bergabung dengan organisasi politik Sarekat Islam (SI). 

Organisasi itu diketahui sebagai wadah yang paling rajin menghasilkan perubahan di Surakarta pada akhir abad ke-19. Namun demikian, ketika SI pecah menjadi dua pada 1923, dirinya memilih SI Merah yang dipimpin Semaoen, ketimbang SI Putih. Wajar, karena SI Merah dalam pandangannya, memiliki kesamaan visi dengan apa yang diyakininya.

Saat berada di SI, Haji Misbach dalam catatan Takeshi Shiraishi (2005) disebut sebagai satu dari dua tokoh penting SI di Solo. Bersama tokoh lainnya, Haji Hisjamzaijni, Haji Misbach juga diketahui menerbitkan jurnal yang disebut ‘Medan Moeslimin’ sebagai respons terhadap missionaris Kristen. Meski tak lama setelahnya, Haji Misbach kembali mendirikan surat kabar Islam Bergerak

Dalam buku Jejak Kebangsaan: Kaum Nasionalis di Manokwari dan Boeven Digoel, Misbach yang mengagumi nilai-nilai Islam dan pandangan Karl Marx, ingin menekankan perbaikan kondisi sosial saat itu. Khususnya, yang anti penindasan serta eksploitasi terhadap rakyat.

Hingga akhir hayatnya pada usia 50 tahun, pemikiran tentang aktualisasi dan kontekstual Islam serta Marxisme dalam menentang penjajahan sangat kentara. Selain dari perjuangannya juga dalam melawan penajajahan yang kemudian dirinya dikenal sebagai ‘pembangkang dari Surakarta’.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement