REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII), Nasrullah Larada, menilai dengan melihat perkembangan situasi politik usai diketukpalunya RUU Ciptaker oleh DPR secara tiba-tiba dan terkesan mendadak ada sesuatu hal aneh terasa. Dan tampaknya kini ada kekuatan baru yang secara nyata mengabaikan atau meminggirkan suara rakyat dan berbagai ormas, terutama ormas terbesar di negeri ini yaitu Muhammadiyah dan NU.
"Kolaborasi supra struktur dalam sistem politik Indonesia yang diwakili legislatif dan eksekutif telah membentuk oligarki politik tersendiri dengan mengabaikan suara dari kalangan infrastruktur. Bahkan tiba tiba muncul polemik ecek-ecek yang memperdebatkan jumlah halaman dalam UU Ciptaker hingga berakibat saling mengklaim dan menuduh “hoaks”’satu sama lain. Tontonan yang menjijikan ini sangat memalukan terlebih dimata dunia internasional,'' kata Nasrullah Larada, di Jakarta, Kamis (15/10).
Menurutnya, menjadi sangat bisa dimaklumi jika diberbagai daerah muncul demo besar-besaran yang menolak hadirnya bayi baru bernama UU Omnibus Law alias Cipta Kerja. Patut disesalkan jika upaya menolak hadirnya UU Ciptaker melalui aksi dan demo, ditanggapi oleh pihak pemerintah dan kepolisian dengan cara cara yang kurang simpatik.
"Aksi masaa atau demontrasi adalah salah satu bentuk ketidakpuasan terhadap sebuah keputusan yang dianggap tidak merepresentasikan kepentingan rakyat banyak, mengingat sikap DPR yang nota bene wakil rakyat sudah tuli dan buta terhadap hak hak rakyat yang diwakili. Tindakan represif dari pihak kepolisian dalam menghadapi pendemo menandakan kurang adanya pendidikan yang berbasis akhlakul karimah dan pendidikan berbasis karakter sebagaimana yang jadi slogan pemerintahan Jokowi,'' ujarnya.
Selain itu, Lanjut Nasrullah, sikap represif dalam menghadapi para demonstran merupakan cermin dari gagalnya intstitusi kepolisian dalam membangun citra kewibawaannya. Masyarakat kini menjadi tidak simpatik, takut dan tidak ada rasa hormat kepada intstusi polisi.
''Contohnya adalah penangkapan para aktivis dan penggrebekan Kantor Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) di Jl Menteng Raya 58 Jakarta. Itu adalah bentuk tindakan represif, kasar dan membabi buta dari pihak aparat yang seharusnya menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan,'' tegas Nasrullah lagi.
Oleh karenanya, selaku Ketua Umum Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia KBPII yang notabene organisasi eks aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) mengutuk keras tindakan semena-semena pihak aparat dengan merusak beberapa ruangan kantor PII dan GPII Menteng Raya 58. "Kami meminta kepada Komnas HAM dan Kompolnas untuk bisa melakukan investigasi terhadap kasus tersebut,'' kata Nasrullah menandaskan.