REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid al Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama, KH Abdul Ghaffar Rozin meminta mekanisme penyaluran Bantuan Operasional Pesantren (BOP) kedua ke pesantren diubah. "Perbaiki mekanisme penyaluran, sehingga menghindarkan pungutan dari oknum yang merasa berjasa," kata Abdul, Ahad (4/10).
Pada bantuan tahap pertama, beredar informasi adanya dugaan pemotongan bantuan operasional pesantren. Bahkan pemotongan tersebut mencatut nama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kementerian Agama (Kemenag) juga telah mengimbau agar Pondok Pesantren melaporkan jika ada temuan pemotongan bantuan.
Menurut Abdul, Kemenag perlu menyisir lagi daftar pesantren yang akan dibantu pada tahap kedua. Dan diminta tidak terpaku pada data di Education Management Information System (EMIS) Madrasah dan Nomor Statistik Pondok Pesantren (NSPP).
"Karena realitasnya banyak pesantren yang tidak terdaftar database Kemenag tersebut," kata dia.
"Inspektorat dalam melakukan monitoring jangan mengada-ada dengan meminta berkas yang tidak dipersyaratkan oleh juknis. Jangan pula menakut-nakuti pesantren dengan upaya pemanggilan yang tidak perlu," kata dia.
Dia mengatakan, saat ini banyak pesantren yang akan belanja karena dana tahap pertama karena baru keluar, dan tidak mungkin diminta pertanggungjawaban dana yang belum dibelanjakan. "Ingat pesantren bukan subordinasi Kemenag," ucap Abdul.
Kemenag disebutkan memberikan Bantuan Operasional kepada 21.173 pesantren. Jumlah ini terdiri dari 14.906 pesantren dengan kategori kecil (50-500 santri) yang mendapat bantuan sebesar Rp 25 juta. Lalu ada 4.032 pesantren kategori sedang (500-1.500 santri), yang akan mendapat bantuan Rp 40juta.
Kemenag menerima amanah berupa anggaran sebesar Rp 2,599 triliun untuk membantu pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan Islam di masa pandemi Covid-19.