REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- The Report Islamophobia Foundation menyebut larangan burka telah menyebabkan gelombang pelecehan fisik dan verbal terhadap Muslim. Untuk itu mereka meminta parlemen Belanda mempertimbangkan kembali undang-undang yang melarang penutup wajah di transportasi umum dan di gedung-gedung termasuk sekolah dan rumah sakit.
Antara 200 dan 400 wanita di Belanda diperkirakan mengenakan burka atau niqab yang menutupi wajah. Sejak 1 Agustus 2019 mereka menghadapi denda 150 euro atau sekitar Rp 2,6 juta jika mereka melanggar larangan. Aturan ini tidak berlaku untuk pakaian seperti hijab atau cadar yang menutupi rambut, tetapi membiarkan wajah terbuka.
Wanita Muslim dengan dan tanpa cadar mengatakan mereka telah menjadi target islamofobia lebih sering sejak undang-undang itu direalisasikan. Yayasan tersebut mengaku sebagian besar wanita Muslim menjadi sasaran di tempat-tempat di mana hukum tidak berlaku seperti toko dan taman bermain. Polisi juga disebut tidak selalu mendapat informasi yang benar tentang apa yang dikatakan undang-undang.
Larangan ini bahkan memicu perburuan wanita muslim yang dianggap sebagai penyihir secara online. Hal ini diperparah dengan berbagai artikel di media yang memberi tahu orang-orang bagaimana melakukan 'penangkapan warga' jika mereka melihat hukum tidak ditegakkan.
"Anak-anak turut menjadi saksi perburuan teraebut dalam sekitar setengah dari kejadian, kebanyakan sebagai saksi. Anak-anak harus menyaksikan ibu mereka yang memakai cadar menjadi sasaran agresi verbal, komentar, dan kekerasan," kata seorang juru bicara yayasan.
Dikatakan undang-undang tersebut lebih banyak menciptakan masalah daripada menyelesaikan masalah. Mereka menggambarkannya sebagai politik syarat konsekuensi yang luas bagi wanita Muslim yang memakai cadar,' dan telah memulai petisi untuk penghapusannya.
Ikuti Whatsapp Channel Republika