REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Warga Amerika Serikat (AS) keturunan Arab atau beragama Muslim diduga jadi sasaran penghilangan hak suara dalam primary election atau pemilihan pendahuluan di Amerika pada Juni lalu. Diduga ratusan suara abstain merupakan hak suara mereka.
Diantara hak suara Muslim menjadi abstain terjadi di kota-kota kecil seperti Lackawanna. Dewan Hubungan Islam-Amerika (CAIR) Cabang New York keberatan atas kabar ini. CAIR lalu mengajukan gugatan keterbukaan informasi terhadap suara yang dinyatakan abstain.
CAIR juga meminta Kejaksaaan Tinggi menindaklanjuti laporan ini dengan mengadakan investigasi. CAIR ingin diskriminasi yang menjadi cara menekan pemilih ditindak tegas.
"Untuk mendiskualifikasi ratusan hak suara dari warga yang berhak adalah kejahatan terburuk pada demokrasi. Terlepas dari agama atau suku, setiap pemilih yang sah penting untuk memilih," tulis keterangan resmi CAIR dilansir dari Middle East Eye, Selasa (1/9).
CAIR menyatakan suara Muslim atau warga keturunan Arab tak pantas dibungkam demi kepentingan apa pun. Muslim dan keturunan Arab yang memenuhi syarat punya hak yang sama seperti warga kulit putih untuk memilih.
"Mencabut hak pilih populasi tertentu adalah praktik menjijikkan yang mengorbankan komunitas marjinal untuk menyensor suara mereka dan menghambat kekuatan politik mereka," ujar CAIR.
Kantor Kejaksaan New York mengatakan akan menindaklanjuti laporan tersebut secara serius. "Jaksa Agung (Letitia) James mengkaji semua laporan tentang pengekangan hak pilih di New York secara serius. Kasus pengekangan hak pilih bagi komunitas Muslim sungguh mengganggu," tulis keterangan resmi kantor kejaksaan.