Selasa 01 Sep 2020 12:35 WIB

Pemimpin Dunia Islam Menurut Survei Warga Mesir, Siapa?   

Warga Mesir justru tidak melihat negaranya sendiri sebagai pemimpin dunia Islam.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Warga Mesir justru tidak melihat negaranya sendiri sebagai pemimpin dunia Islam. Kota tua Kairo, Mesir.
Foto: nationalgeographic.com
Warga Mesir justru tidak melihat negaranya sendiri sebagai pemimpin dunia Islam. Kota tua Kairo, Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Sebuah survei menunjukkan bahwa ternyata rakyat Mesir mendukung Turki dan menganggap presiden Recep Tayyip Erdogan sebagai pemimpin di dunia Muslim. Sejumlah besar warga Mesir bahkan mengatakan mereka akan berjuang untuk Turki, meskipun propaganda yang dilancarkan residen Mesir Abdel-Fattah el-Sisi tengah berlangsung.

Sebuah survei oleh perusahaan riset Areda yang berbasis di Turki, yang dilakukan dengan partisipasi 1.047 orang di Mesir dari 20-27 Agustus 2020, memperlihatkan hasil yang cukup mengejutkan dan menjelaskan bagaimana perasaan orang Mesir terhadap Turki. 

Baca Juga

Menurut survei tersebut, 31,4 persen responden mengatakan mereka menganggap Turki sebagai pemimpin negara di dunia Muslim,  sementara Arab Saudi tertinggal jauh dengan hanya 10,4 persen. 

Selanjutnya, 6,2 persen orang Mesir memilih Uni Emirat Arab (UEA), 1,6 persen mengatakan Qatar, 1 persen mengatakan Pakistan dan 0,5 persen mengatakan Iran. Sementara itu, 9,7 persen mengatakan lainnya dan 39,2 persen mengatakan 'tidak ada'.  

Menanggapi pertanyaan tentang apakah mereka akan berjuang untuk Turki pada saat perang, 15,3 persen responden menjawab 'ya'. Responden juga menyatakan ketidakpuasannya terhadap pemerintahan di Mesir. 

Sebanyak 41,6 persen menyatakan tidak senang dengan pemerintahan Mesir saat ini dan 18,4 persen menyatakan ragu-ragu. Sedangkan hanya 40 persen yang mengatakan mereka senang dengan pemerintahan Mesir di bawah El Sisi.  

Dilansir di Daily Sabah, Selasa (1/9), sebanyak 48,5 persen responden mengatakan mereka tidak akan memilih el-Sissi jika pemilu diadakan di negara itu, sementara 35 persen mengatakan mereka akan memilihnya dan 16,5 persen mengatakan mereka tidak yakin. 

Sementara itu, untuk menjawab pertanyaan tentang apakah otoritas Mesir membuat keputusan independen tanpa dipengaruhi oleh negara lain, 48,6 persen menjawab "tidak", 41,4 persen menjawab "ya" dan 10 persen mengatakan tidak tahu.  

Pada Juli 2013, Jenderal Abdel Fattah al-Sisi, diapit para pemimpin militer, mengumumkan pengunduran diri Presiden Mesir Mohammed Morsi dalam siaran televisi. Pada 8 Juni 2014 Sisi dilantik sebagai presiden Mesir setelah dia mendapatkan 97 persen suara, mengalahkan Hamdeen Sabahi. 

Survei tersebut juga mengungkapkan tingkat ketidaksenangan orang-orang Mesir dengan pemerintahan negara itu di bidang ekonomi. Lebih dari 50 persen responden mengatakan, sumber daya energi di negara mereka digunakan untuk kepentingan pribadi rezim el-Sissi. 

Sementara 38,1 persen mengataan mereka percaya sumber daya di negara mereka digunakan untuk kepentingan umum. Sedangkan delapan persen mengatakan bahwa sumber daya ekonomi mereka berada di bawah kendali Barat. 

Terlepas dari semua ancaman Sisi yang ditujukan ke Turki, orang Mesir kembali mengungkapkan kecintaan mereka pada Turki. Ketika ditanya di negara mana Anda ingin tinggal, 45,6 persen responden menjawab 'di negaranya sendiri', 19,3 persen mengatakan di negara-negara Eropa, dan 9,1 persen mengatakan mereka ingin pindah ke Turki. 

Selanjutnya, mereka yang disurvei di negara itu menunjukkan bahwa mereka merasa tidak bebas. Sementara itu, 53 persen responden mengatakan 'tidak', ketika menjawab pertanyaan "menurut Anda apakah Anda hidup bebas?." Sedangkan 37,3 persen mengatakan mereka berpikir memiliki kebebasan, dan 9,1 persen tidak yakin untuk pertanyaan tersebut. 

Hasil mengejutkan lainnya dari survei tersebut adalah jawaban atas pertanyaan "Maukah Anda ikut serta dalam gerakan yang meminta demokrasi?" Responden dibagi hampir merata dengan 30,3 persen mengatakan bahwa mereka akan mengambil bagian dalam gerakan tersebut. Sedangkan 38 persen dan 31,7 persen mengatakan masing-masing mereka tidak akan atau tidak yakin. 

photo
Bendera Turki di jembatan Martir, Turki - (AP)

Ditanya tentang apa yang akan mereka lakukan jika perang saudara meletus dalam kasus krisis kepemimpinan nasional, 46,8 persen mengatakan mereka akan berjuang untuk melindungi negara mereka. Sementara 29 persen menyatakan bahwa mereka bersedia berjuang untuk menggulingkan pemerintahan saat ini, sedangkan 24 persen sisanya mengisyaratkan kesediaan mereka untuk pindah ke negara tetangga. 

Menurut Human Rights Watch. setidaknya 817 pengunjuk rasa tewas oleh pasukan keamanan Mesir. Lembaga HAM ini menggambarkan pembunuhan itu sebagai "sistematis" dan "salah satu yang terbesar di dunia" dalam satu hari dalam sejarah modern. Angka-angka oposisi menyebutkan korban tewas sekitar 2.000.

Meskipun banyak seruan untuk keadilan oleh kelompok hak asasi manusia, pendukung dan keluarga korban, keadilan belum terlayani. Diyakini bahwa karena rezim menganggap para pengunjuk rasa sebagai 'teroris', sehingga tidak ada insentif untuk memberi mereka hak. 

Sementara itu, hubungan antara Turki dan Mesir telah memburuk setelah el-Sissi menggulingkan presiden pertama yang terpilih secara demokratis di negara itu, Mohammed Morsi, dalam kudeta setelah hanya setahun menjabat. 

Militer kemudian menghancurkan gerakan Ikhwanul Muslimin dalam tindakan keras secara besar-besaran, menangkap Morsi dan banyak pemimpin kelompok tersebut. Mereka telah berada di penjara dan menjalani berbagai persidangan sejak kudeta.

Morsi, yang mengidap diabetes dan penyakit ginjal, pingsan dan meninggal saat menjalani persidangan pada Juni 2019. Keluarga Morsi mengatakan, dia meninggal karena tidak mendapatkan perawatan medis yang tepat. Mesir di bawah el-Sissi telah melakukan kampanye anti-Turki dan telah menangkap sejumlah turis Turki yang mengunjungi negara itu. Mesir juga berpihak pada Uni Emirat Arab di Libya dan dengan Yunani dalam krisis Mediterania Timur melawan Turki.  

Mesir dan Turki juga berselisih dalam banyak hal, termasuk soal dukungan Mesir untuk Israel yang menormalisasi hubungan dengan Uni Emirat Arab. Mesir, bersama Uni Emirat Arab dan Rusia, mendukung panglima perang Libya Khalifa Haftar, yang meninggalkan serangan di ibukota setelah Turki meningkatkan dukungan untuk Tripoli.

Uni Emirat Arab adalah negara Arab ketiga yang menjalin hubungan dengan Israel dalam lebih dari 70 tahun, setelah Mesir dan Yordania pada 1979 dan 1994.

 

Sumber:

  1. https://www.dailysabah.com/politics/diplomacy/13-of-egyptians-see-turkey-as-leading-muslim-country-survey-finds
  2. https://m.yenisafak.com/en/world/who-is-the-leader-of-the-muslim-world-egyptians-say-turkey-all-the-way-3538054 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement