Selasa 18 Aug 2020 14:57 WIB

Benarkah Nabi Muhammad tak Hijrah di Bulan Muharram?

Bulan Muharram bukan waktu Nabi Muhammad melaksanakan hijrah?

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Benarkah Nabi Muhammad tak Hijrah di Bulan Muharram?. Foto: Kaligrafi Nama Nabi Muhammad (ilustrasi)
Foto: smileyandwest.ning.com
Benarkah Nabi Muhammad tak Hijrah di Bulan Muharram?. Foto: Kaligrafi Nama Nabi Muhammad (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pergantian tahun baru Islam (Hijriyah) sudah di depan mata. Meski sering diperingati, tahun baru Hijriyah ini masih banyak yang keliru mengartikannya dengan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah.

Ustadz Ahmad Zarkasih Lc mengatakan, kekeliaruan yang sering terjadi di kalangan masyarakat ketika datang awal tahun baru Islam yakni bulan Muharram adalah anggapan bahwa di tanggal tersebut tepatnya tanggal 2 Muharram adalah tanggal di mana Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke Madinah.

Baca Juga

"Padahal Nabi SAW Hijrah dari Makkah ke Madinah di bulan shafar dan perjalanannya memakan beberapa hari sampai akhirnya tiba di kota Yastrib itu tanggal 8 Rabi’ al-Awwal," kata Ustadz Zarkasih dalam bukunya "Muharram Bukan Bulan Hijrahnya Nabi"

Selain itu, anggapan keliru yang sering muncul juga bahwa tanggal 1 Muharram adalah tanggal hijrahnya para sahabat Nabi SAW. Padahal anggapan itu juga salah, karena para sahabat Nabi tidak hijrah berbarengan mereka berangkat dari Makkah ke Madinah tidak

dalam satu rombongan.

"Mereka berpisah dan berpencear-pencar dengan rombongan yang berbeda-beda di tanggal yang beda-beda dalam jangka waktu akhir dzulhijjah sampai bulan shafar," katanya.

Anggapan yang keliru juga bahwa tahun baru Islam ini, yakni kalender hijriyah adalah tanggalan yang sudah ada sejak zaman Nabi. Padahal itu juga salah, karena tidak ada kalender hijriyah masa itu.

"Kalender Islam atau yang kita sebut dengan kalender hijriyah ini muncul atau baru dirumuskan di tahun ke 17 setelah Hijrahnya Nabi SAW yakni di tahun kedua sayyidina Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah," katanya.

Untuk itu beberapa anggapan kekeliruan yang sering muncul menjelang atau di peringatan tahun baru Islam; yakni tahun baru kelender hijriyah yang harus diluruskan. 

Sementara, di masa Khalifah Umar bin Khattab,  Sayyidina Umar memanggil semua staf dan orang pentingnya untuk berdiskusi, merumuskan dan memformulasikan sebuah penanggalan, agar tidak lagi ada yang kebingungan. Adanya penanggalan pastinya akan sangat membantu kinerja para staf dan gubernur serta masyarakat luas.

Setelah berdiskusi, mereka sepakat harus memiliki standardisasi penanggalan demi kemaslahatan. Pada forum penting itu setiap pihak mengeluarkan pendapat untuk menentukan kapan tahun pertama itu dimulai dalam pandangan mereka.

Ada yang mengusulkan tahun pertama dimulai Tahun Gajah ketika Nabi Muhammad SAW lahir. Ada juga yang mengusulkan pada tahun wafatnya Nabi. Tidak sedikit yang mengusulkan pada tahun Nabi diangkat menjadi rasul ketika wahyu pertama turun.

"Ada juga opsi di tahun hijrahnya Nabi ke Madinah," ujar Ustadz Zarkasih.

Dari empat opsi ini, akhirnya Sayyidina Umar memutuskan memulai tahun Hijriyah ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke Madinah. Usulan ini merupakan rekomendasi dari Utsman dan Ali.

Pertimbangannya, mereka tidak memilih tahun kelahiran dan tahun diangkatnya Nabi SAW menjadi rasul karena memang ketika itu juga mereka masih berselisih tentang waktu kapan tepatnya Nabi lahir dan kapan wahyu pertama turun. Sementara itu, terkait tahun wafatnya Nabi, Sayyidina Umar menolak menjadikannya permulaan tahun karena pada tahun tersebut banyak kesedihan.

"Akhirnya beliau memilih tahun hijrahnya Nabi," kata Ustadz Ahmad Zarkasih.

Alasannya, selain karena jelas waktunya, hijrah juga dianggap menjadi pembeda antara yang hak dan yang batil ketika itu. Hijrah juga menjadi tonggak awal kejayaan umat Islam setelah hanya berdakwah secara sembunyi-sembunyi.

Karena itulah kalender ini dinamakan kalender Hijriyah. Sebab, yang menjadi acuan awalnya adalah hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Padahal, sejatinya orang-orang terdahulu menamakanya at-Taqwim al-Qamari (kalender bulan). Kalender ini dinamakan Qamar ('bulan') karena hitungan harinya berdasarkan putaran bulan. Cara itulah yang dilakukan oleh bangsa Arab sejak ratusan dekade.

Ustadz Ahmad mengatakan, setelah bersepakat bahwa awal tahun itu terhitung sejak tahun Nabi hijrah, perdebatan kembali terjadi tentang bulan apakah yang menjadi awal bulan-bulan Hijriyah ini. Tentu saja ada yang menawarkan bulan Rabi al-Awwal sebagai bulan pertama tahun Hijriyah. Alasannya, karena bulan itu merupakan bulan hijrahnya Rasul.

"Akan tetapi, Sayyidina Umar justru memilih bulan Muharram untuk jadi bulan pertama pada susunan tahun Hijriyah," katanya.

Selain karena rekomendasi Sayyidina Utsman, beliau memilih Muharram dengan alasan walaupun hijrah terjadi pada bulan Rabi al-Awwal, mukadimah permulaan hijrah terjadi sejak bulan Muharram. Utsman mengatakan, wacana hijrah itu muncul setelah beberapa sahabat Nabi membaiat Nabi. Bait itulah yang mengantarkan kaum Muslimin untuk berhijrah. Bulan yang muncul setelah Dzulhijah adalah bulan Muharram.

"Karena itu, beliau memilih Muharram sebagai bulan pertama di tahun Hijriyah," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement