REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA
Berjihad itu bukan melakukan teror, tapi sebaliknya, melawan teror. Karena itu, orang yang berjihad adalah orang yang mengerahkan tenaga dengan berbagai bentuknya untuk melawan segala bentuk teror, ekstremitas, takfir, hakimiyah yang berpotensi melerai kohesi sosial di antara umat Islam dan merusak harmoni penganut agama-agama di dunia.
Dalam Islam, jihad itu bagaikan sebatang pohon. Akarnya adalah akidah yang lurus dan fundamental. Dahannya adalah syariat yang kokoh berdasarkan Alquran, hadits, dan ijma ulama. Buahnya adalah akhlak mulia yang memesona mata. Dengan demikian, berjihad adalah melaksanakan hukum Allah SWT secara bijaksana dan suka cita.
Karena itu, pantas kalau Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. al-Ankabut/26: 69). Menurut pengarang Tafsir Jalalain, orang yang berjihad akan ditunjukkan jalan menuju Allah SWT. Inilah salah satu pahala berjihad.
Selanjutnya wajah jihad dalam Islam adalah menjunjung tinggi kebenaran dan toleransi. Nabi SAW bersabda, “Aku diutus membawa agama yang condong kepada kebenaran dan toleransi.” (HR. Ahmad dan Thabrani). Dengan kata lain, berjihad adalah mengagungkan Allah SWT dan mendakwahi manusia untuk memanusiakan manusia dengan ilmu dan hikmah.
Jadi ciri khas jihad adalah menyeru denga hikmah bukan dengan makian. Nabi SAW menginformasikan, “Allah SWT tidak mengutusku untuk memaki.” (HR. Nasa’i). Jihad juga tidak memilih cara yang sulit. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya kalian diutus untuk memudahkan, dan tidak diutus untuk menyulitkan.” (HR. Bukhari).
Artinya, jihad itu mudah karena lapangan jihad menghampar luas mulai dari urusan pribadi hingga persoalan bersama-sama, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Sejatinya setiap kebaikan, sekecil apapun itu, adalah jihad yang dipersembahkan sebagai ibadah kepada Allah SWT. Misalnya, memberi nafkah keluarga itu adalah jihad juga.
Selain itu, jihad bukan melakukan penghakiman secara sepihak atau menuduh kafir satu kelompok tertentu. Selama ini jihad telah diselewengkan oleh kelompok ekstrem dan sektarian tersebut. Tujuannya untuk mengaburkan jihad pada bidang lainnya yang sangat penting. Seperti jihad dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya.
Berdasar keterangan di atas, mari perhatikan firman Allah SWT, “Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (QS. al-Hajj/22: 78). Cara berjihad yang benar bukan hanya dengan jiwa. Allah SWT tegaskan, “Dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah.” (QS. al-Taubah/9: 41). Jadi banyak jalan menuju lapangan jihad.
Memang dalam penggalan sejarah, berkali-kali Nabi SAW berjihad dengan cara berperang. Tapi semua itu karena umat Islam diperangi dan Nabi SAW memerintahkan untuk mempertahankan diri. Sebab tujuan dilakukannya jihad adalah untuk melindungi jiwa, agama, dan negara. Di samping itu, jihad harus di bawah komando pemimpin yang sah.
Nabi SAW ditanya, “Amalan apa yang setara dengan jihad di jalan Allah?” Nabi SAW menjawab, “Kalian tidak bisa (mengerjakan amalan yang setara dengan jihad).” Para sahabat mengulangi pertanyaan tersebut dua kali atau tiga kali, Nabi SAW tetap menjawab: “Kalian tidak bisa (mengerjakan amalan yang setara dengan jihad)”.
Lalu Nabi SAW bersabda untuk ketiga kalinya, “Perumpamaan orang yang berjihad di jalan Allah itu seperti orang yang berpuasa, shalat, dan khusyuk (membaca) ayat-ayat Allah. Dia tidak berhenti berpuasa dan shalat sampai orang yang berjihad di jalan Allah itu kembali.” (HR. Muslim). Inilah jihad dan kita sudah melakukannya. Aamiin.