Sabtu 15 Mar 2025 10:02 WIB

Dosa Maksiat Saat Ramadhan akan Berlipat Ganda, Benarkah?

Bagaimana bila seorang Mukmin berbuat maksiat pada bulan Ramadhan?

ILUSTRASI Ramadhan
Foto: EPA-EFE/YAHYA ARHAB
ILUSTRASI Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Enam bulan sebelum memasuki Ramadhan, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat sudah menanti-nanti dan mempersiapkan diri sebaik mungkin. Salah satu doanya, “Ya Allah, berkati kami pada bulan Rajab dan bulan Sya'ban dan antarkan kami sampai bulan Ramadhan” (HR al-Bazzar, Ibnu Sunny, al-Baihaqi, dan lainnya).

Walaupun hadis tersebut lemah menurut sebagian ulama, pemaknaannya tetap sejalan dengan kemuliaan Ramadhan. Ya, rahmat Allah SWT diturunkan bertubi-tubi selama bulan kesembilan dalam penanggalan Hijriyah ini. Semua pahala amalan ibadah dihitung berlipat ganda pada Ramadhan, khususnya pahala bagi Muslimin yang menunaikan kewajiban berpuasa.

Baca Juga

Imam al-Ghazali mengatakan, balasan tersebut sungguh layak karena puasa memiliki kemuliaan di atas ibadah-ibadah lainnya. Ibaratnya, Baitullah di Makkah al-Mukarramah yang dimuliakan karena hubungan khususnya dengan Allah. Tempat itu lebih istimewa daripada keseluruhan bumi milik-Nya.

“Setiap perbuatan baik memperoleh pahala 10 sampai 700 kali lipat, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Akulah yang akan menentukan pahalanya,” demikian firman Allah dalam sebuah hadis qudsi.

Namun, bagaimana bila seorang hamba Allah berbuat maksiat pada bulan Ramadhan? Apakah dosanya juga akan dinilai berlipat ganda?

Seorang Muslim perlu merujuk pada Alquran terkait hal ini. Lihat, misalnya, surah al-An’am ayat 160. Artinya, “Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan 10 kali lipat amalnya. Dan barang siapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi).”

Atas dasar itu, secara umum seseorang yang melakukan amal baik memang akan mendapatkan pahala berlipat ganda. Adapun yang berbuat jahat tidak akan diberi balasan, melainkan seimbang dengan bobot kejahatan yang dilakukannya itu.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Sejumlah alim, seperti Ibnu Masud dan Ibnu Abbas, berpendapat, pelipatgandaan dosa mesti dilihat dari segi kualitas, bukan dari kuantitasnya. Ini berdasarkan keterangan dalam sebuah hadis bahwa dosa kecil yang terus-menerus dikerjakan tak bisa dianggap kecil. Bahkan, dosa-dosa itu bisa menjadi dosa besar.

Sebaliknya, dosa besar tidak selamanya besar jika pelakunya sering memohon ampun kepada Allah. Bahkan, insya Allah dosa besar itu akan terhapus.

Advertisement

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement