REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH— Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU/MUI) Kota Banda Aceh tengah mengkaji persoalan hukum dalam Islam terkait permainan domino yang mulia marak pada beberapa tempat di daerah berjuluk "Kota Serambi Makkah".
"Topik kita hari ini, kajian masalah domino yang sudah menggejala dan meresahkan warga Kota Banda Aceh," ujar Ketua MPU Kota Banda Aceh, Tgk Damanhuri Basyir di Banda Aceh, Kamis (6/8).
Hal tersebut diungkapkannya ketika melakukan audiensi dengan Dinas Syariat Islam (DSI), Majelis Adat Aceh (MAA), dan Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP/WH) di Aula MPU Kota Banda Aceh.Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU/MUI) Kota Banda Aceh
Secara hukum Islam, menurutnya, segala sesuatu perbuatan walaupun perbuatan tersebut halal, tetapi menjurus kepada perbuatan yang diharamkan, maka hukumnya adalah haram.
"Untuk itu, kita mengambil langkah dan sikap mestinya domino dihilangkan di Banda Aceh," tegasnya.
Kepala Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh, Alizar, meminta kepada MPU Kota Banda Aceh agar mengeluarkan rekomendasi dalam bentuk tausiah kepada Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh untuk mengatur regulasi dalam menindak para pemain domino.
"Jadi kita harap MPU mengeluarkan sebuah tausiah tentang hukum bermain domino, sehingga pemko mengeluarkan kebijakan yang menjadi landasan petugas sebelum bertindak," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Tgk Damhuri berencana akan mengeluarkan tausiah kepada pemko setempat dalam waktu dekat ini.
"Jadi kita nanti hanya membuat tausiah, lalu kita sampaikan kepada wali kota untuk mengeluarkan kebijakan. Kebijakan itulah yang bisa menjadi pegangan bagi petugas di lapangan," ujar dia.
Pihaknya berharap, nantinya kebijakan yang akan ditetapkan dapat memberi dampak positif bagi warga kota, karena permain domino dinilai rentan yang menjurus ke perjudian dan meresahkan masyarakat setempat.
"Kami minta lebih baik waktu kosong digunakan kepada perbuatan-perbuatan yang baik, seperti membaca, diskusi, dan duduk bersama keluarga. Itu jauh lebih baik, dari pada membuang masa di warung kopi bermain domino, dan apalagi sampai meninggalkan shalat," terangnya.
Wakil Ketua Majelis Adat Aceh Kota Banda Aceh, Mulyadi Thaib, menyebut, pihaknya sepakat agar domino lebih baik ditiadakan karena dinilai membuang-buang waktu tanpa menimbulkan manfaat.
"Contoh ada satu tempat yang kita tahu bersama, habis maghrib orang sudah mulai berkumpul di situ (untuk bermain domino). Itu sangat mengganggu lingkungan, dan menyia-nyiakan waktu, juga mendekati perjudian," jelasnya.