REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Solidaritas keagamaan dalam umat beragama seringkali memunculkan persoalan yang menyangkut solidaritas keagamaan dan bahkan melupakan persaudaraan kebangsaan. Padahal dalam konteks negara bangsa ada yang namanya persaudaraan kebangsaan.
Krisis serta tragedi yang diderita antar sesama saudara seagama yang terjadi di dalam maupun di luar negeri memang harus menjadi perhatian, tapi hal tersebut tentunya jangan sampai merobek persaudaraan kebangsaan yang sudah terbangun di negeri ini.
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan bahwa agama seharusnya menjadi guidance moral yang mana nilai profetiknya adalah sesuai dengan misi awal kenabian. Yaitu untuk membangun nilai moral dan juga akhlakul karimah, sehingga bisa terbangun peradaban.
"Misalnya kalau terjadi konflik, kita jangan masuk pada konfliknya, tetapi bagaimana menyelesaikan konflik itu sendiri. Dan yang paling efektif adalah dengan membangun toleransi serta membangun dialog. Sehingga ada keterbukaan, saling sepemahaman dan saling menyayangi, bahkan kita bisa melakukan kerja-kerja konkrit agar agama itu bisa hadir kepada mereka untuk menyampaikan bahwa agama membawa kedamaian di dunia dan bukan sebaliknya,”" ujar Cholil di Jakarta akhir pekan lalu.
Pria yang juga anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI itu juga menyampaikan bahwa konflik banyak terjadi ketika berkenaan dengan pemaksaan untuk mendapat kekuasaan. Dan acapkali yang paling mudah menjadi sumbu pendeknya atau yang paling mudah untuk menjadi bahan bakarnya adalah atas dasar agama.
"Oleh karena itu agama harus dikembalikan sebagai spirit untuk membangun nilai peradaban dan kebaikan umat manusia. Jangan mengimpor konflik-konflik yang ada di luar negeri itu ke Indonesia. Dilokalisirlah konfliknya di tempat itu, karena konflik itu tidak semata-mata persoalan agama, tapi karena lebih dulu ada persoalan perebutan kekuasaan di sana," kata peraih gelar Ph.D dari University of Malaya, Malaysia itu.
Pria yang biasa disapa Kiai Cholil atau Ustad Cholil Nafis ini mengungkapkan bahwa umat beragama sebenarnya dianjurkan untuk mencintai tanah airnya. Ia menambahkan bahkan ketika Rasulullah Nabi Muhamad SAW datang dari Makkah ke Madinah, Rasulullah menyebutkan tentang betapa rindunya dia terhadap tanah kelahirannya.
"Rasulullah mengatakan ‘kalau tidak karena terpaksa aku dikeluarkan dari Makkah, aku takkan pernah hijrah ke Madinah’. Hal ini menunjukkan betapa Rasul Muhammad itu cinta terhadap Tanah Airnya. Makanya kita saling mengenal pepatah atau jargon ‘hubbul wathon minal iman’ yang dikatakan ulama besar kita pada saat itu KH. Hasyim Ashari yang artinya Cinta Tanah Air adalah bagian dari Iman itu," tutur Kiai Cholil
Peraih gelar Master dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu berpendapat bahwa memang harus ada spirit ‘ukhuwah bainal-muslimin’ atau persaudaraan sesama umat Islam. Ukhuwah ini berdasarkan akidah keyakinan dari keagamaan kita. Berikutnya semangat ‘Hubbul Wathon’ dan Ukhuwah Wathoniyah adalah tentang persaudaraan karena sebangsa setanah air.
"Bahwa kita punya ikatan yang sama dan kita mendirikan negara ini adalah berdasarkan Mitsaq, berdasarkan Darul Ahdi, berdasarkan pada ikatan-ikatan kesepakatan kita untuk ber-NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," kata pria yang juga Staf Pengajar Ekonomi dan Keuangan Syariah Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) itu.
Pria kelahiran Sampang, 1 Juni 1975 itu juga menyebutkan bahwa dengan adanya persaudaraan karena seagama dan persaudaraan karena sebangsa, maka kita bertekad pada saat meraih kemerdekaan ini untuk mengisi kemerdekaan dengan nilai-nilai agama untuk bangsa ini.
"Jadi jangan di balik spirit konflik dan permusuhan didasarkan atas perbedaan agama. Tidak seperti itu. Oleh karena itu mari kita teladani para founding fathers kita pada saat mendirikan negara dan bangsa ini, bahwa kita mengisi bangsa ini dengan kesepakatan, dengan berbagai macam agama dan kita raih kemerdekaan.
Dan bagi umat Islam sendiri menurutnya, bisa meniru seperti apa yang ada pada Konstitusi Madinah, yakni "Innahum ummatan wahidatan min duuni alnaas". “Dimana kita adalah umat yang satu, tanpa membeda-bedakan ras, suku dan agamanya,” jelas Dosen UIN Syarif Hidayatullah dan Institut Pembina Rohani Islam Jakarta itu.
Pria yang banyak mengisi seminar dan acara keislaman di dalam dan luar negeri ini mengimbau para tokoh agama melakukan Tabliqur Risallah. Dimana para tokoh agama, khususnya para ulama di Indonesia kembali sebagaimana di awal fungsinya ulama adalah memberi pengajaran agama kepada masyarakat.
"Untuk itu berikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat tentang agama adalah membawa kedamaian. Dimana para ulama juga harus bisa menyampaikan misi-misi kenabian secara komprehensif tentang agama itu," kata peraih gelar Lc dari Ibnu Sa'ud Islamic University itu.