REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat beragama dalam konteks negara dan bangsa sering kali berada dalam identitas ganda sebagai umat beragama dan warga negara. Seringkali persoalan terkait solidaritas keagamaan melupakan persaudaraan kebangsaan yang ada. Untuk itulah diperlukan kepedulian sesama umat beragama untuk tidak sampai pada merobek persaudaraan kebangsaan.
Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar (PB) Al Washliyah, KH Yusnar Yusuf Rangkuti mengatakan bahwa memang sejatinya umat beragama khususnya umat Islam memang perlu untuk saling berbagi pengalaman terkait kejadian atau musibah yang dialami di masing-masing negaranya sebagai sesama umat muslim. Tetapi terkait dengan permasalahan dalam negeri masing-masing tentunya umat di Indonesia tidak bisa terlalu ikut campur dengan hal itu.
"Jadi yang bisa kita lakukan adalah jika ada orang Indonesia yang sedang merantau dan sebagainya di negara tersebut maka itu baru bisa kita tangani dengan memberi nasihat dan sebagainya karena kita memiliki hubungan diplomatik dengan negara bersangkutan. Karena jika tidak ada kerjasama luar negeri ya apa yang bisa dilakukan,” ujar Ketum PB Al Washliyah Yusnar Yusuf Rangkuti di Jakarta, Rabu (22/7).
Menurutnya, persaudaraan sesama Muslim tentu saja harus dibangun, tapi kita juga tidak bisa memaksakan. Dia mencontohkan dengan ibadah haji yang telah ditunda oleh pemerintah Arab Saudi tahun ini karena adanya pandemi virus korona atau Covid-19. Menurutnya hal itu tentu harus didukung demi menjaga kesehatan sesama umat untuk mencegah penyebaran virus tersebut.
"Kenapa perlu kita dukung? Karena jika kita memaksakan dikhawatirkan itu bisa jadi penyebaran di sana. Malu lah kita kalau sampai jadi klaster penyebaran Covid-19 ini ke seluruh dunia, Padahal seharusnya kita saling menjaga antar sesama umat," kata tokoh agama Islam dari Sumatera Utara itu.
Kalau masalah terkait konflik umat di dunia seperti Palestina, Rohingya atau Uyghur, Yusnar menjelaskan bahwa dirinya sendiri pernah diundang oleh pemerintah Cina untuk berkungjung ke Xinjiang bersama para tokoh agama lainnya dan delegasi dari Indonesia.
"Saya melihat sendiri itu Islam Uyghur di sana bagus, tidak ada masalah. Tapi ada yang menyatakan di kita bahwa itu sebenarnya tidak seperti itu, kemudian kita diprovokasi untuk mendesak pemerintah dan lain sebagainya. Hal ini sebenarnya menunjukkan hebatnya Indonesia sebagai negara merdeka dan demokrasi dimana semua orang bebas untuk berbicara dan berpendapat," tutur pakar ilmu tilawah Alquran itu.
Pria kelahiran Medan, 25 Maret 1955 itu menyampaikan bahwa jangan hanya karena diprovokasi oleh kelompok-kelompok tertentu kemudian jika ada masalah dengan umat disana lalu kita menyuruh pemerintah Indonesia untuk berperang dengan Cina atau negara lainnya.
"Harusnya kan tidak sampai seperti itu, karena kalau kalah jadi abu, menang jadi arang kita nanti. Masalah seperti itu sendiri sebenarnya adalah masalah di luar negeri yang bisa kita perjuangkan lewat jalur diplomasi dan melalui forum-forum dunia, tidak perlu sampai diprovokasi segalam macam," ucap peraih gelar Master of Science di Institut Pertanian Bogor itu.
Peraih gelar Doktoral dari di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) itu mengungkapkan bahwa dari para tokoh masyarakat dan tokoh agama sendiri sudah berusaha membantu pemerintah. Dirinya mencontohkan terkait bantuan Covid-19, menurutnya ormaslah yang lebih dulu turun membantu baru kemudian pemerintah.