Ahad 26 Jul 2020 04:25 WIB

Muslim Australia Khawatir Impor Konten Internet Sayap Kanan

Konten internet sayap kanan di Australia dinilai terkoordinasi.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Muslim Australia Khawatir Impor Konten Internet Sayap Kanan. Kelompok supremasi kulit putih
Foto:

Dikatakan, Facebook menyambut baik penyelidikan tersebut. Namun, jaringan advokasi Muslim ini tetap memantau keberlanjutan apakah perubahan sistemik berdampak agar membuat platform lebih aman, dan mendorong moderasi yang lebih baik oleh administrator halaman.

Kelompok Muslim tersebut juga mengakui penegakan hukum atas konten meresahkan itu menantang. Mengingat, aktor kebencian yang terorganisir mengandalkan kemampuan menyebarkan informasi yang keliru dan konten yang jahat yang disamarkan sebagai situs berita luar atau opini. Namun, mereka mengatakan platform tersebut tidak memiliki panduan moderasi konten untuk mengidentifikasi ideologi atau wacana supremasi kulit putih.

Mereka lantas mengatakan, penelitian di bidang ini menunjukkan materi radikalisasi kerap beredar melalui platform berita berbahaya untuk menghindari sanksi pidana. Selain itu, banyak materi yang beredar untuk menghasut kekerasan, namun nyatanya sulit diterapkan pidana hukum.

Akan tetapi, pemerintah mungkin mempertimbangkan memperkuat hukum pidana yang ada yang digunakan menindak perilaku daring yang berbahaya. Sementara itu, penelitian oleh Universitas Victoria memeriksa aktivitas unggahan oleh kelompok-kelompok superioritas anti-Islam, ras dan budaya di Victoria. 

Mereka juga meneliti pesan dan tema-tema pergerakannya. Penelitian ini menunjukkan sayap kanan di Victoria menjadi sebuah lingkungan yang semakin radikal yang secara tidak sengaja dapat membantu menghasilkan kekerasan.

photo
Berbagai elemen masyarakat membuat tirai manusia ketika umat muslim melaksanakan sholat jumat pertama pascapenembakan di dua masjid kota Christchurch di Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru pada 2019. - (Antara/Ramadian Bachtiar)

Penelitian itu mencatat ada derajat radikalisasi dalam masyarakat yang bermanifestasi dalam 'retorika dan pernyataan ekstrem'. Misalnya, menolak demokrasi parlementer sebagai bentuk pemerintahan yang sah, dukungan atas kekerasan dan acuan untuk genosida kulit putih.

Penyelidikan oleh Senat dibentuk tahun lalu dalam rangka menyelidiki risiko yang ditimbulkan pada demokrasi Australia oleh campur tangan asing melalui platform media sosial termasuk Facebook, Twitter, dan Wechat. Sejumlah kelompok telah mengajukan proposal. Departemen Dalam Negeri menggunakan pengajuannya untuk memperingatkan kegiatan campur tangan asing terhadap kepentingan Australia yang terjadi pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Mereka juga menghidupkan langkah membantu orang-orang mengidentifikasi berita palsu yang bisa menjadi salah satu respons potensial untuk mempertahankan kedaulatan. Analis dari Australian Strategic Policy Institute mengatakan kepada penyelidikan Senat bahwa aktor bermotivasi finansial dari Kosovo, Albania, dan Republik Makedonia Utara menggunakan konten nasionalistik dan Islamofobia untuk menargetkan dan memanipulasi pengguna Facebook Australia selama pemilihan 2019.

Aktor tersebut berargumen pandemi virus corona adalah alat pemercepat untuk informasi daring yang keliru. Raksasa mesin pencari Google telah mencatat krisis Covid-19 telah menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam serangan siber dan penipuan.

 

Aktor jahat tersebut berupaya menakuti atau memotivasi penerima yang tidak menaruh curiga atas materi palsu tersebut. Aktivitas daring dari aktor jahat tersebut telah menggunakan tema terkait Covid-19 untuk menciptakan kekacauan, sehingga orang-orang merespons terhadap serangan siber dan penipuan tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement