REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA
Salat Istikharah mendapat legitimasi dari Nabi SAW. Beliau bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian hendak melakukan sesuatu (yang membingungkan), maka lakukanlah salat (sunah) dua rakaat.” (HR. Bukhari). Maksudnya adalah salat Istikharah. Untuk memantapkan pilihan, maka hendaklah sesudah salat diakhiri dengan berdoa.
Namun sebelum salat dan berdoa, hendaklah seseorang menetapkan dalam hati pilihannya. Bukan malah membayangkan kedua pilihan tersebut di dalam salat sambil meminta Allah SWT untuk memutuskannya. Apalagi berharap bermimpi Allah SWT memberikan alternatif dari dua pilihan yang membingungkan. Cara pandang seperti ini berlebihan.
Seusai salat, seseorang harus memantapkan hati, pikiran, dan perbuatan untuk menjalani pilihan yang dipilihnya. Apabila yang dipilihnya itu sesuai dengan yang dikehendaki Allah SWT, maka segalanya akan mudah. Ada saja jalan keluar yang selama ini membuat bingung. Termasuk muncul kemantapan hati yang bertambah-tambah. Inilah pahala salat IstikharahJadi salat Istikharah adalah salat yang dilakukan untuk mengkomunikasikan pilihan seseorang kepada Allah SWT. Allah SWT Yang Mahatahu tentang kedua pilihan tersebut. Apabila pilihan seorang hamba keliru, maka Allah SWT akan “menghalangi-halangi” langkahnya. Tidak memberikan kemudahan. Bahkan yang direncanakan akan gagal total.
Dalam kondisi seperti ini, seorang mukmin harus buru-buru membaca firman Allah SWT, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah/2: 216). Untuk itu ulangi pilihan, salat dan berdoalah.
Sama seperti memohon pertolongan dalam hal apa saja, salat istikharah juga meniscayakan pelakunya untuk bersabar. Allah SWT berseru, “Carilah pertolongan (dari Allah) dengan cara bersabar dan salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang merendahkan diri (kepada Allah).” (QS. al-Baqarah/2: 45).
Tak pelak, salat Istikharah berbuah pahala sabar juga. Bukan hanya dimantapkan pilihan dan diberikan kemudahan semata. Sabar bisa dimaknai bahwa frekuensi melakukan salat istikharah bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Bukan hanya dua rakaat, tapi lebih dari itu. Dalam sejarah, kaum muslim dididik oleh Nabi SAW bersendikan akal, bukan khayal.
Secara teologi-transformatif, anjuran salat Istikharah ini dapat dilakukan tidak saja untuk memecah kebuntuan masalah individual, tapi juga masalah komunal. Alangkah indahnya apabila masalah ekonomi, sosial, politik, budaya diputuskan melalui mekanisme salat Istikharah. Idealnya, masalah apapun di negeri ini dikomunikasikan kepada Allah SWT.
Inilah janji Allah SWT, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. al-A’raf/7: 96). Bangsa yang beriman dan bertakwa adalah yang kerap beristikharah.
Terakhir, kian tinggi apresiasi suatu bangsa terhadap ajaran agama, maka kian erat hubungan antara pemerintah dan rakyat. Prakondisi ini menjadi modal besar untuk membangun negara-bangsa yang kuat. Apalagi, kalau salat Istikharah dijadikan sebagai mekanisme menentukan berbagai persoalan berbangsa yang penting dan mendesak.