Sabtu 11 Jul 2020 22:07 WIB

Trilogi Santri Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo

Santri Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo menerapkan trilogi.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Santri Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo menerapkan trilogi.  Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Jawa Timur
Foto: nurul jadid
Santri Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo menerapkan trilogi. Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Jawa Timur

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Santri Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton Probolinggo Jawa Timur, selama ini selalu memegang prinsip Trilogi dan Pancakesadaran Santri. 

Dosen Universitas Nurul Jadid, M Hasyim Syamhudi mengatakan, gagasan tersebut muncul dari kegelisahan dan komitmen pendiri Nurul Jadid, KH Zaini Mun’im.  

Baca Juga

“Kegelisahan dan komitmen melatarbelakangi Trilogi dan Pancakesadaran Santri,” ujar Hasyim dalam diskui daring bertema “Relasi Kesadaran Bermasyarakat (Al-Wa’y al-Ijtima’i) dan Kehidupan Petani, Buruh, dan Nelayan”, Sabtu (11.7).

Di antara komitmennya, Kiai Zaini Mun’in ingin mencetak intelektual yang berjiwa santri. “Saya mendirikan pondok pesantren tidak bertujuan untuk mencetak kiai, namun kalau ada yang jadi kiai, itu bagus. Saya akan mencetak intelektual yang berjiwa santri,” kata almarhum Kiai Zaini sebagaimana ditirukan Hasyim.

Selain itu, Kiai Zaini Mun’im juga pernah menyampaikan bawah hidup harus diwakafkan untuk pengembangan Islam. Menurut Hasyim, komitmen itulah yang kemudian melahirkan pemikiran Trilogi dan Pancakesadaran Santri.

Trilogi yang dimaksud yaitu memperhatikan kewajiban-kewajiban fardhu ain, mawas diri dengan meninggalkan dosa-dosa besar, dan berbudi luhur kepada Allah SWT dan makhluk. Sedangkan Pancakesadaran Santri yaitu, kesadaran beragama, kesadaran berilmu, kesadaran bermasyarakat, dan kesadaran berorganisasi.

Selain dilatarbelangi oleh komitmen tersebut, menurut Hasyim, pemikiran tersebut juga muncul dari kegelisahan Kiai Zaini terhadap terjungkal baliknya sistem nilai di tengah kehidupan masyarakat pada masanya.

Menurut Hasyim, Kiai Zaini pada masa itu juga gelisah terhadap maraknya pemahaman keislaman yang eksklusif. 

Hal itu bertolak belakang dengan latar belakang pendidikan pesantren Kiai Mun’im yang bermazhab inklusif. Karena itu, menurut dia, lahirlah konsep Trilogi dan Pancakesadaran Santri tersebut.

“Sehingga pancakesadaran santri adalah menginginkan adanya perubahan pemahaman agama yang nanti mengejawantah dalam perilaku sehari-hari yang bersifat inklusif, tidak eksklusif seperti yang terjadi sekrnag ini,” jelas santri Kiai Zaini Mun'im ini. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement