REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA
Menanam pohon itu berpahala. Nabi SAW bersabda, “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai hari kiamat.” (HR. Muslim). Manusia tidak bisa terlepas dari tanaman dan pepohonan. Apalagi pohon juga menghasilkan oksigen.
Berdasar riset, seorang manusia menghirup 740 kilogram oksigen sepanjang tahun. Kalau peduduk bumi saat ini berjumlah sekitar 7,7 miliar lebih, berapa miliar tonkah oksigen yang harus dipasok agar semua penduduk bumi bisa terus bernafas? Selain itu, berapa pohon yang harus ditanam untuk dikonsumi dari jenis biji-bijian, buah, dan sayuran?
Biji-bijian seperti padi, palawija, dan gandum berasal dari pohon yang ditanam dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian. Beragam macam buah, seperti anggur, kurma, apel, jeruk adalah hasil budi daya manusia yang masih terus ditanam, bahkan dengan cara rekayasa genetika. Termasuk sayuran hijau tak henti-hentinya ditanam dan dikembangkan.
Maka itu, Nabi SAW mewanti-wanti, “Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya, maka tanamlah.” (HR. Bukhari dan Ahmad). Hadits ini adalah pralambang bahwa desah nafas manusia tergantung dari pohon yang ditanam dan buah yang diketam.
Melihat besarnya pahala menanam pohon dari beragam jenis, sudah sepantasnya seorang muslim itu melakukan reboisasi dengan menanam pohon pelindung dan konsumsi. Pohon pelindung selain menghasilkan oksigen juga mampu menahan erosi di saat musim penghujan. Bahkan pohon pelindunglah yang menahan longsor dan banjir bandang.
Inilah pahala ekologi menanam pohon yang membuat langit cerah, polusi merendah, dan lapisan ozon tidak terus bolong. Selain itu, pada pohon pula burung-burung bernyanyi, bahkan tak jarang pipit mencuri padi milik petani di sawah yang menghampar. Tentu ini menjadi menjadi pahala tersendiri bagi petani. Termasuk ketika tanaman itu dimakan hama atau makhluk lainnya.
Nabi SAW bersabda, “Apa yang dicuri dari tanaman tersebut merupakan sedekahnya. Apa yang dimakan oleh binatang buas dari tanaman itu merupakan sedekahnya. Apa yang dimakan oleh seekor burung dari tanaman itu merupakan sedekahnya. Tidaklah dikurangi atau diambil oleh seseorang dari tanaman itu kecuali merupakan sedekahnya.” (HR. Muslim).
Secara psikologis, manusia menyukai keindahan alam yang menghijau, taman, air yang mengalir. Maka surga yang dijanjikan juga digambarkan seperti itu. Allah SWT menjelaskan, “Bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya” (QS. al-Baqarah/2: 25). Untuk menikmati surga di dunia bisa dengan cara melestarikan lingkungan.
Namun membangun gerakan menanam pohon juga tidak mudah. Hal ini terlihat dari firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.” (QS. al-A’raf/7: 56). Faktanya, menurut berita, hutan kita menghilang 684.000 hektar sepanjang tahun atau rata-rata 1.800 hektar setiap hari.
Secara filosofis, sejatinya makanan yang kita makan, kita sendiri yang menanamnya karena itu kebutuhan primer. Kendati kata al-Qurtubi dalam Tafsir al-Qurtubi, hukum menanam pohon adalah fardhu kifayah. Namun Syaikh Nawawi Banten dalam Nashaihul Ibad menceritakan bahwa Nabi Daud selalu makan dari hasil yang ditanamnya.