Jumat 19 Jun 2020 14:07 WIB

Islam di Rusia, Peran Ekonomi Diakui tapi Bukan Identitas

Rusia seakan malu-malu menerima Muslim tetapi mengakui peran ekonominya.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah
Rusia seakan malu-malu menerima Muslim tetapi mengakui peran ekonominya. Masjid Agung Moskow, terbesar di Rusia.
Foto: reuters
Rusia seakan malu-malu menerima Muslim tetapi mengakui peran ekonominya. Masjid Agung Moskow, terbesar di Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Umat Muslim menguasai 10 persen dari populasi Rusia. Dengan angka itu, menjadikan agama Islam yang terbesar kedua setelah Gereja Ortodoks Rusia.  

Islam dan penganutnya telah menjadi bagian dari sejarah Rusia selama berabad-abad dan mendiami seluruh Federasi Rusia. Mulai dari Siberia ke Kaukasus Utara, serta di kota-kota besar seperti Moskow dan Saint-Petersburg.

Baca Juga

Kelompok etnis terbesar yang mengaku Islam adalah Tatar, yang juga merupakan etnis minoritas pertama di Rusia. Kelompok ini memiliki lebih dari 5 juta anggota dan bahasa Turki mereka sendiri. Wilayah administratif mereka berada di Federasi Rusia, Republik Tatarstan.

Tatar memainkan peran khusus dalam ekspansi kolonial Rusia Tsar, sebagai perantara antara etnis Rusia dan negara-negara terjajah Siberia dan Asia Tengah. Di antara kelompok ini, sering berbagi ikatan agama dan linguistik yang dekat dengan mereka. 

Kelompok Tatar kerap bertindak sebagai misionaris, penerjemah, dan kemudian sebagai reformis Islam pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.  

Mereka sering digambarkan sebagai reformis, intelektual, penulis, pemikir, yang mengusulkan Islam baru dan modern. Pemikiran ini terinspirasi  reformasi politik dan sosial yang terlihat di Kekaisaran Ottoman dan Eropa Barat.

Tetapi, narasi intelektual Muslim ini semata-mata membimbing modernisasi yang telah mendominasi akademisi hingga saat ini, dan semakin ditantang  para peneliti.  

Media Global Voices lantas melakukan wawancara dengan Danielle Ross, selaku pengajar di Universitas Nazarbayev di Nur-Sultan, Kazakhstan. Sekarang ia juga menjadi Asisten Profesor Sejarah Asia dan Islam di Universitas Negeri Utah.

Dalam buku terbarunya, 'Tatar Empire: Muslim Kazan dan Making of Imperial Russia', ia secara terbuka menantang mitos ini dan mengusulkan bacaan lain.   

Ross menjelaskan, sejak Presiden Vladimir Putin berkuasa, Moskow semakin beralih ke etnonasionalisme Rusia sebagai ideologi pemersatu. Di Tatarstan yang beragam secara etnis, kebijakan baru-baru ini tentang konsolidasi dan perampingan lembaga-lembaga budaya dan pendidikan, telah mengurangi sumber daya yang menopang bahasa dan budaya non-Rusia di Republik ini.  

Retorika dan kebijakan Moskow terhadap migran Uzbek, Tajik, Kyrgyzstan, dan Azerbaijan mengirim pesan bahwa, Muslim ini tidak diinginkan di Rusia meskipun peran mereka sekarang sangat diperlukan dalam perekonomian Rusia. 

Kedua, budaya Muslim Asia Tengah dan Kaukasia adalah asing dan tidak sesuai dengan budaya Rusia yang berlaku, terlepas dari pengalaman bersama selama tujuh puluh tahun pemerintahan Soviet.  

Menurut Ross, mengingat sikap Moskow saat ini tentang orang-orang dan budaya Muslim pribumi dan migran, tampaknya cukup jelas bahwa mereka saat ini tidak siap untuk mengakui kontribusi orang-orang non-Slavik, non-Ortodoks pada masa lalu Rusia. Atau untuk mengusulkan visi masa depan yang akan memasukkan Muslim sebagai anggota penuh masyarakat Rusia.  

photo
Ribuan umat muslim di Rusia melaksanakan sholat di Masjid Agung Moskow (EPA/YURI KOCHETKOV)

Terkait dengan siapa pembawa modernitas di komunitas Muslim Rusia saat ini?  Ross menyatakan tidak tahu apakah istilah "pembawa modernitas" adalah sesuatu yang berguna untuk membahas Islam di Rusia saat ini. 

Tidak seperti pada tahun 1880-an hingga 1920-an, wacana utama dalam Islam saat ini bukanlah tentang bagaimana menyesuaikan iman, hukum, dan budaya Islam dengan dunia modern.  

Melainkan tentang siapa yang berbicara untuk Muslim, yang Islamnya paling benar dan sah, apa bahasa yang sesuai untuk transmisi pengetahuan Islam, dan bagaimana posisi Islam di Rusia saat ini dan di masa depan.  

Wajah-wajah Islam di Rusia kontemporer termasuk orang-orang Muslim historis serta mualaf Rusia baru-baru ini, Salafi serta penganut berbagai sekolah hukum Islam klasik, dan tradisi intelektual Muslim lokal dan nasional serta tren internasional dan transnasional. Banyaknya suara dan pendapat ini memberikan dinamisasi kepada komunitas Muslim Rusia.   

“Salah satu tujuan utama buku saya adalah membawa studi Islam dan reformasi Islam di wilayah Volga-Ural Rusia terkini dengan tren terbaru dalam penelitian sejarah di bagian lain dunia,” ujar Ross.

Ini berarti, kata dia, beralih dari model modernitas sebagai sesuatu yang diimpor atau diperkenalkan dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dan sebaliknya, memandang tahun 1600-an hingga 1910-an sebagai periode di mana serangkaian perubahan termasuk globalisasi perdagangan dan politik, sentralisasi kekuasaan pemerintah, peningkatan tingkat melek huruf, demokratisasi agama, terbentang di masyarakat di seluruh dunia.

Wilayah Volga-Ural, yang terhubung ke jaringan global yang lebih besar melalui pemerintahan kekaisaran Rusia, Islam, dan perdagangan Eropa dan Asia, sama-sama dibentuk oleh tren ini. Seperti halnya Inggris dan Prancis, dengan peringatan bahwa wilayah Volga-Ural adalah ruang yang dijajah daripada pusat kekaisaran.

Dalam kerangka ini, reformis tidak lagi dapat dilihat sebagai importir modernitas. Sebaliknya, Jadidisme muncul sebagai salah satu respons lokal terhadap kolonialisme tinggi, produksi massal yang terintegrasi secara vertikal, dan kebangkitan agama di seluruh dunia pada tahun 1880-an-1910-an.  

Orang-orang Jadid berdialog dengan orang-orang se-zaman mereka di luar komunitas etnis mereka. Tetapi mereka juga sangat berhutang budi kepada generasi-generasi sebelumnya dari rakyat mereka sendiri, yang telah merespons perubahan-perubahan yang didorong secara global pada zaman sebelumnya.

Dalam bukunya, Ross ingin menyampaikan kesan tentang wilayah Volga-Ural sebagai tempat yang terus dinamis sebagai tanah dan budaya yang membeku pada 1552 dan tiba-tiba terbangun pada 1860-an.

 

Sumber: https://globalvoices.org/2020/06/16/where-is-the-center-of-the-story-revisiting-the-traditional-view-of-russias-muslim-communities/

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement