REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kehormatan Presidium Inter Religious Center (IRC) Indonesia, Prof Din Syamsuddin menyampaikan bahwa semua agama-agama harus bekerjasama dalam kemanusiaan. Ia juga menyoroti adanya titik temu pandangan agama-agama tentang kemanusiaan.
Prof Din menyampaikan, begitu banyak nilai-nilai hikmah dan kebijaksanaan yang telah didengarkan saat percakapan virtual para tokoh lintas agama tentang 'Tata Hidup Baru (The New Normal Life): Perspektif Agama-Agama' yang diselenggarakan IRC Indonesia. Ternyata agama-agama yang berbeda secara teologis khususnya tentang konsepsi Tuhan dan Ketuhanan. Tapi agama-agama bertemu pandangan pada tataran etik untuk kemanusiaan.
"Saya mengamati dan menyimak perspektif berbagai agama tentang masalah yang kita hadapi khususnya Covid-19 (pandemi virus corona) dan bagaimana solusinya mengisi the new normal," kata Prof Din di akhir percakapan virtual para tokoh lintas agama, Senin (8/6).
Ia menjelaskan bahwa ada titik temu pandangan agama-agama tentang kemanusiaan, pada titik inilah semuanya harus bekerjasama. Perbedaan yang ada di antara agama-agama tidak banyak, perbedaan itu lebih banyak pada aspek keyakinan dan sedikit perbedaan pada aspek ritual.
Namun pada dimensi kemasyarakatan dan kemanusiaan, agama-agama bertemu dengan istilah-istilah yang berbeda. Inilah yang harus dikembangkan bersama-sama untuk menjadi dasar dialog sekaligus kerjasama antar umat beragama, lintas agama dan lintas iman.
Mengenai the new normal, Prof Din mengatakan, ada yang menerjemahkannya sebagai kebiasaan baru, realitas baru, dan tatanan baru. Semua pandangan tokoh agama-agama tentang new normal baik dan positif.
"Kita bergembira semua komunitas keagamaan di Indonesia telah berbuat nyata dalam menanggulangi Covid-19 ini, memang belum ada yang dapat kita lanjut sebagai sebuah kolaborasi dalam penangan-penangan, tetapi lembaga-lembaga yang ada termasuk filantropi keagamaan itu telah berbuat dan bekerja sama atas dasar kemanusiaan," ujarnya.
Prof Din mengungkapkan, lembaga-lemabaga filantropi Islam juga membantu komunitas agama lain. Begitu pula filantropi agama lain telah berbuat untuk semuanya. Ini adalah sesuatu yang positif. "Untuk itulah kita optimis dapat menanggulangi Covid-19 ini," ujarnya.
Ia menyampaikan, pesan penting semua agama kembali pada Sang Pencipta atau kembali kepada Tuhan. Maka segala tatanan hidup baru harus menjadi tatatan hidup yang tidak meninggalkan nilai-nilai Ketuhanan.
Dalam rangka membangun kerukunan, kemajemukan dan kebersamaan ini, IRC Indonesia berpendapat perlu kerukunan sejati dan kebersamaan hakiki. Maka berbagai bentuk ketidakadilan dan kesenjangan atau bentuk-bentuk kerusakan lain harus diatasi bersama-sama. Terutama hal-hal yang bisa mengganggu kerukunan itu harus diatasi bersama-sama.
Percakapan virtual para tokoh lintas agama tentang 'Tata Hidup Baru (The New Normal Life): Perspektif Agama-Agama' yang diselenggarakan IRC Indonesia dihadiri banyak tokoh agama-agama. Diantaranya Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud, dan Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Jacky Manuputty.
Kemudian ada Ketua Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Prof Philip K Wijaya, Sekretaris Komisi HAK Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Agustinus Heri Wibowo, Tokoh Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) dan Prajaniti Hindu Indonesia KS Arsana, Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Budi S Tanuwibowo dan Sekretaris Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI), Prof Noor Ahmad.