REPUBLIKA.CO.ID,SRI LANKA -- Pihak berwenang Sri Lanka telah melakukan penyelidikan setelah melihat rekaman video polisi memukul remaja Muslim autis berusia 14 tahun. Pemukulan ini terjadi di Aluthgama, di pos pemeriksaan jam malam selama pandemi virus corona atau Covid-19 pada 25 Mei 2020.
Setelah rekaman CCTV muncul, aksi pemukulan itu menyebar di media sosial. Polisi dikecam karena tindakan brutalnya terhadap seorang anak yang kurang berkembang secara mental.
Seorang juru bicara kepolisian mengatakan, mereka telah menangguhkan tiga petugas karena mengabaikan tugas mereka. Sementara, mantan anggota parlemen, Ali Zahir Moulana mengunjungi korban kekerasan dan keluarganya.
"Thariq Ahamad (korban pemukulan) didiagnosis dengan gangguan spektrum autisme sejak dia berusia empat tahun dan perkembangannya terhambat sejak saat itu. Saat ini ia memiliki kapasitas seorang anak berusia enam tahun," kata Zahir dilansir dari 5 Pillars, Sabtu (6/6).
Zahir mengatakan, pada tanggal 25 Mei ketika jam malam diberlakukan, Thariq keluar dari rumahnya dengan sepedanya dan pergi ke persimpangan Ambagaha di Kota Dharga. Di sana ada pos pemeriksaan polisi yang dijaga oleh sekitar enam polisi.
"Thariq pertama kali dihentikan dan didatangi oleh seorang polisi dan didorong keras dari sepedanya. Thariq, karena autis secara alami tidak dapat berkomunikasi secara efektif siapa dia dan apa yang dia lakukan di sana," jelas Zahir.
Menurut ayahnya, Thariq tampak ketakutan dan bingung. Ketika dia ditarik dan lima polisi lainnya mulai secara brutal menyerangnya, termasuk menampar wajahnya dan menghantam kepala serta tubuhnya.
Dia kemudian diseret dari seberang jalan menuju pos pemeriksaan dekat tempat pengisian bahan bakar. Di sana ada dua warga sipil lainnya yang berhenti dan melihat kejadian itu, mereka bergabung dengan polisi menyerang Thariq.
Thariq menangis tersedu-sedu, mengingat keadaannya yang membuat marah polisi. Tangannya kemudian diikat ke belakang ketika dia berusaha untuk bebas, dan kemudian diikat pada tiang di bawah pohon, dekat pos pemeriksaan.
Beberapa pejalan kaki berhenti untuk menyaksikan serangan itu, termasuk seorang pria yang mengendarai sepeda motor yang mengenal Thariq dan ayahnya. Kemudian melanjutkan perjalanan untuk segera menjemput ayahnya dan membawanya ke pos pemeriksaan.
"Ketika ayahnya tiba, dia segera bergegas ke putranya dan memohon kepada petugas untuk membebaskannya dan menjelaskan gangguan dan kondisi medis putranya. Para petugas di sana kemudian secara verbal melecehkan ayah ini, petugas menghina setelah tahu bahwa anak ini sebenarnya sakit jiwa," ujar Zahir.
Zahir melanjutkan ceritanya, kemudian polisi membiarkan ayah ini membawa putranya pergi. Tapi sebelumnya memaksa ayah ini untuk setuju bahwa kesalahannya adalah membiarkan anaknya keluar dari rumah. Mereka juga meminta untuk menutupi kejadian ini.
"Thariq menderita luka di kepalanya, beberapa di punggung dan lengannya, bersama dengan beberapa memar di sekujur tubuhnya di mana ia diserang oleh setidaknya delapan pria dewasa. Sang ayah karena takut akan pembalasan dari polisi khawatir untuk membawa Thariq ke rumah sakit hari itu karena ia diancam oleh polisi. Sementara itu Thariq ketakutan dan takut membiarkan siapa pun mendekatinya segera setelah serangan itu, dan tetap seperti itu sampai hari ini," ujarnya.
Zahir mengatakan bahwa ayah anai ini pergi ke kantor polisi untuk mengajukan keluhan. Tetapi tidak ditanggapi dengan serius.