Kamis 04 Jun 2020 21:25 WIB

PBNU Minta Pemerintah Perhatikan Pesantren Era New Normal

PBNU meminta pemerintah memperhatikan nasib pesantren.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
PBNU meminta pemerintah memperhatikan nasib pesantren. Suasana Pesantren An-Nuqoyah, Sumenep, Madura (ilustrasi)
Foto: Rmi.nu.or.id
PBNU meminta pemerintah memperhatikan nasib pesantren. Suasana Pesantren An-Nuqoyah, Sumenep, Madura (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendorong pemerintah memberikan perhatian pada lembaga pendidikan di tengah pandemi wabah virus Covid-19. Lembaga pendidikan dimaksud termasuk di dalamnya madrasah, sekolah, dan pesantren. 

"Jika kebijakan kelaziman baru (new normal) dilakukan, maka prasyarat yang harus dilakukan adalah upaya pemenuhan segala hal yang menunjang protokol kelaziman baru tersebut," tutur Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini, dalam keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Kamis (4/6).

Baca Juga

PBNU, lanjut Helmy, juga mendorong pemerintah untuk melakukan realokasi anggaran. Ini penting dilakukan sebagai upaya untuk merespons dampak yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 ini. 

Konsentrasi anggaran harus diarahkan terutama untuk memperbanyak program yang memiliki efek langsung pada warga yang terdampak pandemi Covid-19.

"Program-program yang tidak memiliki kaitan dan dampak langsung bagi masyarakat yang terimbas pandemi ini harus ditunda dan anggarannya dialokasikan untuk program pengulangan Covid-19," kata dia. 

Menurut Helmy, semua pihak harus tetap membangun optimisme di tengah masyarakat bahwa bangsa Indonesia akan keluar dengan selamat menghadapi pandemi ini. Patut disyukuri bahwa Indonesia masih tetap aman dan damai, ketika beberapa negara lain mengalami gejolak seperti Amerika dengan problem rasismenya. 

Helmy juga menekankan peran Nahdlatul Ulama yang turut andil berjuang melalui Gugus Tugas NU Peduli Covid-19 yang membagi program kerjanya menjadi dua. Pertama bersifat respons dan kedua bersifat rekonstruksi. Program berupa respons diupayakan dengan melakukan tindakan preventif, kuratif dan penguatan jaring pengaman sosial.  

"Sementara program yang bersifat respons dilakukan melalui kegiatan pemberdayaan ekonomi melalui pelatihan-pelatihan untuk peningkatan skill dan keterampilan pada warga," katanya.  

Helmy pun menyampaikan soal pertemuan terbatas antara Presiden Joko Widodo didampingi Wapres KH Ma'ruf Amin, dengan tokoh lintas agama. Tokoh yang hadir di antaranya Helmy sendiri, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, Waketum MUI Muhyiddin Junaidi, dan Ketum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Pdt Gomar Gultom. 

Selain itu juga ada Ketum Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Ignatius Kardinal Suharyo, Ketum Parisada Hindu Dharma Indonesia Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, Ketum Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Arief Harsono, dan Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin), Xs. Budi Santoso Tanuwibowo.  

Saat itu, jelas Helmy, Presiden menyampaikan kondisi terkini penanganan pandemi Covid 19 di Indonesia. Secara spesifik presiden menyebutkan bahwa ada 215 negara di dunia yang sedang berjuang menghadapi wabah ini. Problem yang dihadapi bukan saja soal kesahatan, tapi sudah masuk ke krisis sektor lain termasuk ekonomi. 

"Dalam hal pertumbuhan ekonomi, bangsa Indonesia harus bersyukur karena pada kuartal 1 hingga kini ekonomi Indonesia masih berada di angka 2,97 persen di saat negara-negara lain mengalami perlambatan pertumbuhan, bahkan sampai jatuh di angka minus," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement