REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta membolehkan sholat Jumat di masjid dengan menaati protokol kesehatan Covid-19, kecuali di zona 62 rukun warga (RW) yang masuk kawasan tidak aman penularan corona.
"Untuk DKI Jakarta saya sampaikan mulai besok dipersilakan membuka masjid, melaksanakan ibadah sholat Jumat. Namun dengan catatan sesuai protokol kesehatan yang berlaku," kata Ketua MUI DKI Jakarta KH Munahar Muchtar yang ditemui usai konferensi pers di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Kamis (4/6).
Dia mengatakan terdapat 62 RW yang masuk dalam cakupan Pembatasan Sosial Berskala Lokal (PSBL) sehingga agar tidak menyelenggarakan Jumatan demi menekan penularan Covid-19.
Menurut dia, pada 62 RW itu sudah jelas penyebarannya sehingga MUI DKI tidak merekomendasikan penyelenggaraan Jumatan di wilayah tersebut. Atas perkara itu, dia mengajak umat untuk kembali kepada fatwa MUI No 14 Tahun 2020 dengan tetap beribadah di rumah masing-masing.
Sementara dengan wilayah di luar itu di DKI, kata dia, bisa dilihat memiliki suasana kondusif untuk menyelenggarakan Jumatan tetapi tetap menjaga protokol kesehatan salah satunya dengan menjaga jarak.
Dalam fatwa MUI Pusat, Jumatan bagi wilayah yang dibolehkan agar masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan. Jaga jarak merupakan salah satu unsur penting protokol itu. Jika masjid tidak muat kapasitasnya maka dapat menggelar di lokasi lain tanpa menyelenggarakan Jumatan dalam dua gelombang karena tidak sah hukumnya.
"Untuk di Jakarta khususnya, kita mushala banyak, ruangan-ruangan banyak, gedung-gedung banyak, majelis taklim banyak. Itu masih bisa dipergunakan (untuk Jumatan), kecuali itu sudah penuh semua, sudah tidak bisa, tidak memungkinkan. Sementara masih ada orang yang ingin melaksanakan Jumatan, itu ada rukhsahnya (keringanan). Saya rasa di Jakarta masih bisa," katanya.
Ketua MUI Pusat KH Yusnar Yusuf menjelaskan apabila jamaah datang terlambat dan tidak mendapat tempat di masjid karena penuh akibat dari jaga jarak di masjid maka boleh tidak jumatan dan wajib menggantinya dengan melaksanakan sholat zhuhur.
"Hal itu diperkuat jika ada kondisi jamaah karena memiliki alasan yang dibenarkan syariah (uzur syar'i)," katanya.