Jumat 08 May 2020 04:31 WIB
Ramadhan

Tentang Heboh Suara Dahsyat Di Bulan Ramadhan

Heboh Suara Dahsyat Di Bulan Ramadhan

Sejumlah santri pesantren Daarul Qur
Foto:

Sehubungan dengan beredar berita di media sosial seperti disebutkan dalam hadits-hadits tersebut dan semaknanya sehingga menimbulkan kegelisahan dan ketakutan umat Islam, dan mengingat banyaknya pertanyaan yang ditanyakan oleh orang-orang mengenai kebenaran berita tersebut, serta mengingat pertengahan bulan Ramadhan 1441 H ini bertepatan dengan hari Jum'at, maka penulis ingin memberikan tanggapan sebagai berikut:

Pertama: mengecam dan menyayangkan perbuatan orang-orang yang menyebarkan berita ini. Perbuatan ini telah menimbulkan ketakutan dan kegelisahan umat Islam. Bahkan telah menyesatkan umat. Ini perbuatan dosa dan tidak bertanggungjawab.

Kedua: Berita ini hoax (dusta) dan khurafat yang menyesatkan. Tidak ada hadits yang shahih menjelaskan berita seperti ini. Faktanya juga mengingkari hal ini. Bertahun-tahun pertengahan Ramadhan bertepatan dengan hari Jum'at, namun tidak terjadi peristiwa ini. Jelas orang yang menyampaikan dan menyebarkan berita ini adalah pendusta.

Ketiga: Hadits yang dijadikan dalil mengenai berita ini adalah hadits dhaif jiddan (sangat lemah) bahkan maudhu' (palsu) sebagaimana dijelaskan oleh para ulama hadits di antaranya, Imam Ad-Daruquthni, Imam U'qaily, Imam Ibnul Qayyim, Imam Az-Zahabi, Imam Ibnul Jauzi, Imam Ibnu Hibban, Imam Al-Haitsami, Imam As-Sayuuthi, syaikh Al-Albani dan lainnya.

Keempat: Para ulama hadits mengatakan haram hukumnya berhujjah dengan hadits dhaif jiddan (sangat lemah) dan maudhu' (palsu). Apalagi sampai meyakini dan mengamalkannya. Tentu lebih haram.

Kelima: Hukum meriwayatkan (menyampaikan) hadits palsu dengan sengaja adalah haram sebagaimana sabda Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang berdusta atas diriku dengan sengaja maka hendaklah tempat duduknya di neraka." (HR. Al-Bukhari). Begitu pula meyakini, menyebarkan dan mengamalkannya .

Keenam: Para ulama telah ijma' (sepakat) bahwa dalam persoalan aqidah dan ibadah wajib berdasarkan dalil qath'i atau hadits shahih dan hasan. Tidak boleh atau haram berhujjah dengan hadits dhaif (lemah), apalagi dhaif jiddan (sangat lemah) dan maudhu' (palsu) dalam persoalan aqidah dan ibadah.

Ketujuh: Adapun dalam persoalan fadhaail a'maal (keutamaan amal), maka para ulama khilafiyyah (berbeda pendapat) berhujjah dengan hadits dhaif. Sebahagian ulama tidak membolehkannya. Sebahagian lainnya membolehkannya dengan syarat yaitu tidak parah dhaifnya (bukan hadits dhaif jiddan), masuk dalam hadits shahih atau hasan yang sifatnya umum, tidak meyakini itu hadits nabi, namun untuk berhati-hati saja, dan tidak dipopulerkan.

Kedelapan: Persoalan ini bukan persoalan fadhail 'amal yang diperselisihkan oleh para ulama berhujjah dengan hadits dhaif. Ini persoalan yang ghaib. Maka jelas ini persoalan aqidah. Harus berdasarkan dalil yang qath'i atau hadits shahih dan hasan.

Kesembilan: Berita ini sengaja disebarkan untuk menakut-nakuti umat Islam. Perbuatan Ini bertentangan dengan Islam. Rasulullah saw melarang menakut-nakuti umat Islam. Apalagi dengan menggunakan hadits maudhu'. Maka pelakunya sudah melakukan dua perbuatan dosa besar sekaligus.

Demikian jawaban penulis terhadap pertanyaan para penanya dan sekaligus bantahan dari penulis terhadap berita tersebut yang disebarkan di media sosial oleh orang-orang yang tidak jelas dan tidak bertanggungjawab. Begitu pula kritikan penulis terhadap orang-orang yang menyebarkannya.

Kesumpulan

Berita ini tidak benar. Ini suatu kebohongan dan khurafat yang menyesatkan. Oleh karena itu, penulis meminta kepada umat Islam untuk tidak percaya kepada berita dusta ini dan tidak mengamalkan hadits palsu. Selain hukumnya haram, juga dapat merusak aqidah. Karena, berkaitan dengan keyakinan kita terhadap persoalan ghaib, maka termasuk dalam persoalan aqidah.

Masyarakat mesti berhati-hati dalam menerima berita yang berkaitan dengan agama. Persoalan aqidah dan ibadah harus berdasarkan dalil yang qath'i atau hadits shahih dan hasan. Tidak boleh menggunakan hadits dhaif, apalagi dhaif jiddan dan maudhu' dalam masalah ini.

Semoga kita senantiasa diberi petunjuk oleh Allah Swt dan dijaga dari kesesatan. Amin..

-----------

*Penulis adalah Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Doktor Fiqh & Ushul Fiqh di International Islamic University Malaysia (IIUM), Ketua Jaringan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) Aceh, dan Anggota Ikatan Ulama & Da'i Asia Tenggara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement