Selasa 05 May 2020 00:00 WIB

Esensi Menjaga Jiwa dalam Anjuran Ibadah di Rumah Saat Wabah

Anjuran ibadah di rumah merupakan upaya menjaga keselamatan jiwa.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Saadi, menyatakan anjuran ibadah di rumah merupakan upaya menjaga keselamatan jiwa
Foto: Dok Kemenag
Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Saadi, menyatakan anjuran ibadah di rumah merupakan upaya menjaga keselamatan jiwa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) memberikan apresiasi dan penghargaan kepada seluruh umat beragama yang mengikuti anjuran para tokoh agama dan pemerintah untuk melaksanakan ibadah di rumah.

Hal ini karena menjaga keselamatan jiwa (hifdzu an-nafs) merupakan salah satu kewajiban utama dalam beragama.      

Baca Juga

Wakil Menteri Agama (Wamenag), KH Zainut Tauhid Sa'adi, mengatakan ibadah di rumah dilakukan dalam rangka menerapkan physical distancing demi menghambat penyebaran virus corona atau Covid-19. Hal ini dilakukan sebagai bentuk ketaatan beribadah umat beragama dan bentuk tanggung jawab sebagai warga negara.

"Larangan beribadah di masjid dan tempat ibadah lainnya dalam kondisi pandemi Covid-19 semata untuk menjaga keselamatan jiwa, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain, menjaga keselamatan jiwa merupakan salah satu kewajiban utama dalam beragama," kata Buya Zainut melalui pesan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (4/5).

Dia menerangkan, menjaga jiwa juga erat kaitannya untuk menjamin atas hak hidup manusia seluruhnya tanpa terkecuali. Hal ini tercantum dalam surat Al Maidah ayat 32. Artinya, “Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”

Dia juga menjelaskan, ada pemahaman masyarakat yang keliru terhadap penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Mereka membandingkan terjadinya pembatasan di tempat ibadah dengan tempat lainnya seperti pabrik, pasar atau tempat berkerumun lainnya.

"Jika di tempat ibadah penerapannya dilaksanakan secara ketat, misal dengan digembok atau dengan tindakan pembubaran ibadah, sementara di tempat lain dilakukan dengan longgar," ujar Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.

Zainut menambahkan, hal menimbulkan salah paham seakan ada diskriminasi perlakuan. Padahal seharusnya tidak dalam posisi yang dihadap-hadapkan antara pembatasan di tempat ibadah dengan pabrik atau pasar. 

Karena berkaitan dengan upaya menyelamatkan jiwa umat manusia. Sehingga harus dimaknai sebagai kewajiban dan perintah agama yang berlaku untuk siapa saja dan di mana saja.

"Umat beragama seharusnya bersyukur karena dari sekian pembatasan yang ada, umat beragama termasuk yang paling banyak menaatinya, sehingga keselamatan akan kembali kepada dirinya," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement