REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cerita tentang mualaf selalu menarik disimak. Kisah perpindahan keyakinan seseorang kerap menggetarkan hati Muslim lainnya untuk makin taat pada Allah. Tak sedikit dari mualaf bahkan harus terusir dari keluarganya ketika memutuskan memeluk Islam.
Pesantren Mualaf Annaba Center di Sawah Baru, Tangerang Selatan menjadi salah satu tempat rujukan bagi mualaf atau calon mualaf di Indonesia. Lembaga yang berdiri sejak 2007 tersebut menjadi saksi bisu pengenalan seseorang tentang Islam sampai akhirnya mendalaminya ke lubuk hati.
Bagi mualaf atau calon mualaf yang belum menikah disediakan tempat tinggal dan konsumsi sehari-hari. Sedangkan bagi mualaf yang sudah berkeluarga tak diizinkan tinggal alias pulang-pergi. Syarat menjadi mualaf disana mudah, hanya berbekal KTP dan mengucapkan syahadat.
Pimpinan Pesantren Mualaf Annaba Center, KH Syamsul Arifin Nababan menjelaskan metode belajar mengajar bagi mualaf selayaknya di pesantren pada umumnya. Mereka belajar memahami Islam dari mulai rukun Iman, rukun Islam, dan tata cara shalat. Semuanya dipelajari secara perlahan tanpa paksaan.
Sedangkan bagi yang sudah berkeluarga tetap dipantau pembinaannya. Mereka dipersilakan mengikuti proses belajar sebisanya tanpa paksaan. Mualaf non-mukim tak dibebani kewajiban harus datang berapa kali dalam sebulan ke pesantren.
"Kalau lajang dan gadis kita bawa ke pesantren, disekolahkan. Kalau sudah berumah tangga mereka biasanya datang seminggu sekali, saya hadirkan tenaga ajar, kasih makan dan minum. Semua tanpa paksaan," kata KH Nababan pada Republika.co.id, Rabu (22/4).
Ia mengungkapkan sebagian besar mualaf tersingkir dari keluarga. Kadang perbedaan keyakinan membuat anggota keluarga tak lagi bisa tinggal serumah dengan keluarganya sendiri. Mereka lalu membutuhkan tempat bernaung sementara, salah satunya di Annaba Center untuk melanjutkan hidup sambil mendalami Islam.
"Rata-rata mualaf itu tersingkir dari keluarga, jadi kalau sudah begitu maka butuh sandaran, maka dengan lembaga ini sangat menolong mereka, disini gratis semua makan minum, sekolah dibiayai," ucap KH Nababan.
Ia menceritakan selama membina mualaf, tak banyak keluhan soal pengajaran. Mereka justru antusias mengenal Islam sebagai agama yang baru dipeluk. Tantangan baru terasa dalam hal finansial. Maklum saja, lembaganya bukan fokus pada bisnis sehingga mengandalkan sokongan donatur.
"Kalau dari segi spiritual nggak ada kesulitan, cuma dari segi finansial saja, karena kita sulit cari donatur apalagi corona gini. Padahal mereka (mualaf) harus makan siang malam, kita tidak bisnis, gratis semua," ungkapnya.
Untuk sementara ini, Annaba Center memiliki sekitar 70 santri mualaf yang mondok. Annaba berkomitmen menyekolahkan mereka sampai jenjang sarjana.