Rabu 22 Apr 2020 02:13 WIB

Pemuliaan Allah Untuk Perempuan dan Laki-laki

Allah-lah Yang Maha Menciptakan dan Memberi Hidup kepada seluruh manusia.

Shalat
Foto: Antara/Risyal Hidayat
Shalat

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ina Salma Febriany

Siapa yang tak kenal sejarah Hari Kartini? Hari dimana awal mula digaungkannya semangat emansipasi. Semangat membara dari seorang perempuan berdarah Jepara yang berupaya menyuarakan keadilan akibat penindasan terhadap perempuan, khususnya di bidang pendidikan.

Tanggal 21 April pula  menjadi sangat spesial karena biasanya dimeriahkan oleh acara seremonial. Acara-acara meriah di perkantoran maupun sekolah dengan balutan baju adat daerah yang sangat menyejarah. Namun, peringatan Hari Kartini tahun 2020 ini sungguh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Persis di tahun pandemi ini, Hari Kartini nyaris tanpa perayaan apapun. Meski demikian, semangat Kartini sungguh masih menyala dan abadi.

Adalah Raden Ajeng Kartini (1879-  1904) yang pada Agustus 1900, menulis, “Kami perempuan Jawa wajib bersifat menurut dan menyerah. Kami harus seperti tanah liat yang dapat dibentuk sekehendak hati.” Kartini menggunakan pronomina ‘kami’ sebab melihat fenomena sekian banyak perempuan Jawa yang dia saksikan, perjuangkan, dan sekaligus menjadi keprihatinan terbesarnya.

Menanggapi ungkapan Kartini di atas, Sejarawah Peter Carey dan Vincent Houben dalam Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX, berupaya menelusuri pengaruh wanita Jawa dalam arus politik, pergerakan militer, penjaga tradisi budaya, kepenulisan sastra, penjunjung agama, pembimbing-pendidik anak-anak (penguasa) Jawa, pemelihara trah pertalian wangsa, sebagai pengusaha, juga pengendali finansial politik. Hasilnya, pada abad ke-18 dan ke-19, atau era sebelum Kartini, (era pemerintahan kolonial yang sesungguhnya/ high colonial period) yang terbentang antara Perang Jawa/Diponegoro (1825-1830 M) dan awal pendudukan militer Jepang (1942-1945).

Bagi Carey dan Houben pada awal sebelum Perang Jawa dan masa-masa sesudahnya adalah masa yang krusial dalam menelusuri perubahan peran dan kuasa perempuan Jawa, sebelum begitu terpengaruh kuasa kolonialisme Eropa yang didominasi lelaki patriarkis sekaligus sebelum kuasa Islam-Jawa patriarkis begitu dominan.

Napak tilas perjuangan Kartini memang sangat tidak mudah. Beruntung, dirinya pandai menulis dan menguraikan ide-ide cemerlang sehingga tulisannya itu ‘menggema’ seantero Jepara bahkan dunia! Sekarang, Kartini telah tiada ratusan tahun silam. Namun, perjuangannya sungguh luar biasa tak terhingga. Karena Kartini, perempuan-perempuan pada masanya hingga saat ini bisa merasakan hak memeroleh pendidikan yang juga dijunjung tinggi dalam salah satu pasal di UUD1945. Sebaliknya, jika Kartini tak pernah ada, perempuan mungkin akan terkungkung dalam ketidakadilan padahal sebenarnya di tangan perempuanlah peradaban keluarga, masyarakat hingga dunia bisa terwujud.

Semangat juang Kartini yang bersikukuh menyuarakan keadilan dan kesetaraan khususnya di bidang pendidikan bagi kaum menengah ke bawah sejatinya sejalan dengan apa yang diperintahkan Alqur’an. Secara tersurat, kitab suci ini memberikan tuntunan bagaimana prinsip ta’awun (bekerjasama) dapat terwujud oleh keduanya baik laki-laki maupun perempuan. Misalnya dalam tiga ayat di bawah ini;  “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. at-Taubah/9: 71)

Kata kunci di atas setidaknya adalah pertama pada lafadz awliya (penolong). Kedua, laki-laki dan perempuan keduanya memiliki tugas utama di muka bumi untuk mengerjakan kebaikan. Ketiga, selain diperintahkan untuk berbuat baik, keduanya juga diwajibkan mencegah kemunkaran serta melaksanakan ibadah-ibadah individu (shalat) dan ibadah sosial (zakat). Beberapa kewajiban ini dilakukan agar keduanya mendapat rahmat (kasih sayang) dari Allah.

Selain aneka kewajiban yang diperintahkan dalam surah at-Taubah 9:71 di atas, surah an-Nisa 4: 124 juga menguraikan hal yang hampir sama yakni terkait kewajiban keduanya, namun dengan penegasan ganjaran yang akan mereka terima, “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. (Qs. an-Nisa 4: 124)

Berikutnya, hampir senada dengan surah an-Nisa 4: 124 di atas, surah an-Nahl16: 97 juga memberikan motivasi dan ganjaran yang akan diterima oleh para pelaku kebaikan/ amal shaleh yang subjeknya dalam ayat ini adalah laki-laki dan perempuan.“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Qs. an-Nahl/16: 97).

Dalil-dalil di atas yang secara jelas mengukuhkan bahwa laki-laki dan perempuan akan memeroleh ganjaran yang sama selagi mereka melakukan kebaikan (dalam keadaan beriman), diungkap oleh Nasaruddin Umar dengan istilah prestasi spiritual. Sehingga, karena ganjaran yang sama itulah perempuan dan laki-laki memeroleh kesempatan seluas-luasnya untuk memeroleh pahala, bukan hanya salah satunya saja. Sehingga, jika dalam urusan spiritual Allah  memberikan derajat yang sama untuk keduanya, kekerasan dan ketidakadilan atas nama apapun (terlebih karena dalih agama, sangat tidak direstui oleh Alqur’an).

Berkat peneguhan bahwa laki-laki dan perempuan berhak memeroleh pahala dan ganjaran atas perbuatan baiknya itulah; hakikatnya, Allah telah memuliakan seluruh anak Adam (manusia), tanpa terkecuali. Hal ini termaktub dalam Qs. al-Isra 17: 70), “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”

Dalam surah al-Isra 17: 70 di atas Allah memberikan satu kata kunci yang artinya sangat luar biasa yakni karramna yang memiliki akar kata karrama (kaf, ro, mim) yang memiliki makna memuliakan. Muhammad Quraish Shihab menguraikan bahwa karramna> berbeda dengan fadhdhala. Jika fadhdhala adalah keutamaan yang diberikan karena ada jeripayah/ upaya manusia, karramna berarti keutamaan yang murni diberikan (given) langsung bersumber dari Allah karena izin, kebaikan  dan rahmat-Nya. Sehingga, sudah semestinya sikap saling menjaga dan menghormati harus dipraktikkan dalam hidup sehari-hari.

Sebab, Allah-lah Yang Maha Menciptakan dan Memberi Hidup kepada seluruh manusia sekaligus memulikannya. Tentu, segala tidakan kekerasan dan ketidakadilan sangat tidak direstui-Nya. Kartini seolah membawa pesan bahwa kesetaraan (dalam hal-hal yang tidak melanggar syariat) ekonomi, kesehatan, pendidikan, hukum, harus diperjuangkan! Selamat hari Kartini. Semoga perempuan dan laki-laki dapat saling bersinergi melakukan hal-hal positif demi kebaikan diri, keluarga, masyarakat dan dunia! 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement