REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Didin Hafidhuddin
Mari kita becermin dari kisah Nabi Yunus AS. Beliau ketika lari meninggalkan dakwah untuk kaumnya--karena marah kepada mereka, yang dinilainya tidak memenuhi seruan agama Tauhid--ternyata berhadapan dengan masalah yang lebih berat.
Ia ditelan ikan besar dan berada lama dalam perut ikan itu. Pada akhirnya, Allah SWT dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya menyelamatkannya (QS Al Qalam [68]: 48-50).
Ya, ada hikmah yang bisa dipetik dari kehidupan Nabi Yunus 'alaihi salam.
Pertama, seberat dan sekompleks apa pun masalah yang dihadapi, seorang Mukmin sewajarnya tidak mengenal kata putus asa atau frustrasi. Putus asa dari rahmat Allah hanyalah sifat orang-orang yang tidak beriman.
Perhatikan firman-Nya ketika mengisahkan optimisme Nabi Ya'qub untuk bertemu dengan dua putranya (Nabi Yusuf dan Bunyamin) yang sudah lama tidak dijumpainya.
Seperti diketahui, Nabi Yusuf pernah dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya dan lantas dibiarkan sendiri sampai akhirnya ada orang yang menyelamatkan Nabi yang berparas ganteng itu.
Kendati demikian, Nabi Ya'qub tak pernah frustrasi. Optimisme Nabi Ya'qub itu tampak dalam ucapannya: "Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (QS Yusuf [12]: 87).
Ada beberapa hal yang harus dilakukan seorang Mukmin secara kontinu apabila ingin memiliki kemampuan di dalam mengatasi masalah hidupnya.
Pertama, berusaha menjaga dan memelihara shalatnya dengan sebaik-baiknya. Seorang Mukmin pun hendaknya berupaya menerapkan nilai dan hikmah Islam di tengah-tengah kehidupannya.
Ada banyak bentuk penerapan itu, seperti kejujuran, kebersihan, ketaatan, dan kasih sayang kepada sesama manusia--terutama dari golongan yang lemah, fakir, dan miskin.
Kedua, seorang Mukmin mesti menyadari dengan sungguh-sungguh, di balik tiap kesulitan akan selalu ada kemudahan. Ini tentu asalkan ia tetap mau berikhtiar, mengerahkan kemampuan yang ada, disertai dengan penyerahan diri (tawakal) kepada Allah SWT.
Firman Allah dalam surah Alam Nasyrah [94]: 5-6, artinya, "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan."