Ahad 08 Mar 2020 07:53 WIB

Pesan Khusus Alquran tentang Pertanian

Landasan teologis tentang pertanian ada di Alquran.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Pesan Khusus Alquran tentang Pertanian. Foto: Petani memasang jaring pengahalau burung pemakan padi di lahan pertanian Jati, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (26/2/2020).
Foto: ANTARA FOTO
Pesan Khusus Alquran tentang Pertanian. Foto: Petani memasang jaring pengahalau burung pemakan padi di lahan pertanian Jati, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (26/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Serikat Tani Islam Indonesia (PB STII), Fathurrahman Mahfud menjelaskan tentang rumusan landasan teologis tentang pertanian dalam Islam. Hal ini disampaikan Fathur dalam acara pelantikan PB STII Periode 2019-2024 di aula Masjid Al Furqon, Jalan Kramat Raya 45 Jakarta Pusat, Jumat (6/3).

Menurut dia, rumusan landasan teologis tentang pertanian tersebut terdapat dalam Alquran dan hadits, seperti yang direkam oleh Jasier Abu Dafieh dalam “Gleanings from the Islamic contribusion in Agriculture”. Di antaranya, yaitu Surat Yasin ayat 33, Surat an Nahl ayat 10-11, dan Surat al An’am ayat 99.

Baca Juga

“Dari ayat-ayat tersebut jelas memberi pesan khusus tentang agriculture,” ujar Fathur.

Dia menjelaskan, ayat pertama diakhiri dengna kata “Tidakkah kalian bersyukur”, ayat kedua ditutup dengan “Tidakkah kalian berfikir”, dan ayat ketiga diakhiri dengan “Tidakkah kalian beriman”.  Menurut Fathur, jika ayat tersebut diurutkan terkandung pesan khusus tentang pertanian.

Dari ketiga ayat tersebut, menurut Fathur, menunjukkan bahwa para petani muslim dituntut untuk meyakini bahwa Allah lah yang menyediakan irigasi alami berupa air hujan dan karenanya kehidupan  berlangsung dengan rantai makanan untuk makhluk hidup, sehingga berkembang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Setelah itu, lanjut dia, tampaklah keyakinan dalam pertanian bahwa hanya kuasa Allah lah yang menumbuhkan segala jenis tanaman. Dia pun mengutip hadits nabi yang diriwayatkan Al Bukhari dan Ahmad sebagai berikut:

“Tidaklah seorang muslim yang berkebun dan bertani, lalu ada burung, manusia atau hewan yang memakan darinya kecuali bernilai sedekah bagi muslim tersebut.”

Dia menambahkan, sejak berdiri pada 26 Oktober 1946 STII  tetap konsisten dan istiqomah untuk mewujudkan masyarakat pertanian yang terbuka, sejahtera, dan tunduh serta patuh pada ketaatan ilahiyah. Menurut dia, hal ini sesuai dengan tujuan didirikannya STII.

“Tujuan STII yaitu tercapainya kesejahteraan dan kebahagiaan hidup masyarakat tani Indonesia dalam kehidupan orang-perorangan, masyarakat, dan NKRI menuju keridhaan Ilahi,” kata Fathur.

“Jadi segala sesuatu yang dilakukan dari mulai menanam sampai memanen harus memohon ridha dari Allah,” imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement