Rabu 19 Feb 2020 21:53 WIB

Pakar: Pembaruan Islam Perlu Soroti Sumber Daya Alam

Pembaruan Islam mesti membahas ragam hal termasuk sumber daya alam.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, Institute Ilmu Al-Quran (IIQ), dan Pusat Studi Al-Quran (PSQ) menggelar seminar tentang Pembaruan Pemikiran Islam di di Aula Intitut Ilmu Alquran (IIQ), Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (19/2)
Foto: Republika/Muhyiddin
Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, Institute Ilmu Al-Quran (IIQ), dan Pusat Studi Al-Quran (PSQ) menggelar seminar tentang Pembaruan Pemikiran Islam di di Aula Intitut Ilmu Alquran (IIQ), Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (19/2)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pembaruan pemikiran Islam perlu menyoroti berbagai hal kontemporer seperti muamalah (hubungan antarmanusia), siyasah (politik), dan iqtishadiyah (ekonomi).

Meski begitu, menurut Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), KH Abdul Moqsith Ghazali, hal terpenting saat ini yang perlu menjadi perhatian oleh kalangan pemikir Islam adalah sumber daya alam.

Baca Juga

"Kita tahu sumber daya alam kita kan makin terbatas, energi fosil kita semakin berkurang," kata dia usai menghadiri seminar bertajuk "Pembaruan Pemikiran Islam" di Institut Ilmu Al-Quran di Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (19/2).

Karena itu pula, lanjut Moqsith, PBNU dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) di Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Kabupaten Rembang, Jawa Tengah pada Maret nanti akan bicara soal pemanfaatan sumber daya alam yang berkeadilan.

"Tidak boleh generasi sekarang menghabiskan seluruh sumber daya alam, sehingga bisa tersisa untuk generasi yang akan datang. Jadi itu yang harus bijaksana dalam eksploitasi penggunaan sumber daya alam dan juga energi," tutur dia.

Pembaruan pemikiran Islam, terang Kiai Moqsith, harus diuji untuk kepentingan kemanusiaan. Menurut dia, tidak ada artinya pemikiran yang canggih secara akademik tetapi tidak berkontribusi terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

"Batu uji dari pembaruan itu saya kira tak hanya di mimbar akademik tapi juga diuji dalam aspek koherensi rasional dan empirik, seberapa jauh memberikan dampak kepada masyarakat," ucap dia.

Pembaruan pemikiran ini perlu dilakukan di bidang-bidang yang memang membutuhkannya. "Tergantung kebutuhan, kalau tidak dibutuhkan ya tidak diperlukan. Misal menyangkut ibadah mahdhah itu tak perlu pembaruan. Contohnya shalat, kan rukuk-nya tetap harus ke depan jangan ke belakang," tutur dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement