REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Yusuf atau Muhammad Yusuf Al-Maqassari merupakan salah satu dari perintis jaringan ulama di Nusantara. Ia dilahirkan pada 1037/1627 di Gowa, Sulawesi Selatan.
Sejak kecil ia dididik dengan tradisi Islam. Ia belajar Alquran dari guru setempat bernama Daeng ri Tasammang. Selanjutnya ia belajar fiqih, tauhid, bahasa Arab, dan tasawuf dari Sayyid Ba 'Alwi Sb 'Abd Al'Allamah Al-Thahir, seorang da'i Arab yang tinggal di Bontoala.
Saat berusia 15 tahun ia melanjutkan pelajaran agama di Cikoang. Setelah belajar di Cikoang, Syekh Yusuf menikah dengan putri Sultan Gowa, 'Ala' Al-Din, yang memerintah pada 1591-1636.
Diambil dari buku Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII yang ditulis Azyumardi Azra, Syekh Yusuf tampaknya lama memendam keinginan untuk belajar ke Timur Tengah. Ia lalu meninggalkan Makassar menuju Arabia, bulan Rajab 1054. Saat itu, Makassar adalah pelabuhan penting di bagian timur Nusantara.
Sejak paruh abad ke-15, kota itu kerap didatangi para pedagang Melayu-Indonesia dan pedagang dari Banten. Syekh Yusuf memanfaatkan jaringan perdagangan itu. Ia naik kapal Melayu dan tiba di pelabuhan Banten.
Saat itu Banten di bawah kekuasaan Abu Al-Mafakhir 'Abd Al-Qadir, yang mempunyai minat pada masalah keagamaan. Hasilnya, Banten dikenal sebagai pusat Islam di Jawa.
Sangat mungkin Syekh Yusuf belajar di sana. Dari Banten, Syekh Yusuf pergi ke Aceh. Dari Aceh ia melanjutkan perjalanan ke Timur Tengah. Tujuan utamanya adalah Yaman, di mana ia belajar terutama di Zabid, dengan guru Muhammad b 'Abd Al-Baqi Al-Naqsyabandi.
Tak jelas kapan Syekh Yusuf kembali ke Nusantara. Beberapa ahli menyebut Syekh Yusuf kembali ke Gowa. Ada juga yang bilang ia tak pernah kembali ke Gowa, melainkan menetap di Banten.
Di Banten, Syekh Yusuf mengajar murid-muridnya dan tenggelam di dunia politik melawan Belanda. Akhirnya ia ditawan Belanda dan dibuang ke Sri Lanka. Di pembuangan inilah ia banyak menghasilkan karya.
Ia pun tetap bisa berhubungan dengan orang Indonesia karena saat itu jamaah haji lebih dulu transit di Sri Lanka. Jamaah haji inilah yang membawa karya-karyanya ke Indonesia.
Masih terjadinya kontak Syekh Yusuf dengan orang Indonesia membuat Belanda membuangnya ke Afrika Selatan. Di sana ia mencurahkan sebagian besar waktunya untuk kegiatan menarik pengikut baru. Tak ada bukti ia menulis di Afrika Selatan.