Kamis 13 Feb 2020 07:55 WIB

Tradisi Ilmu, Salah Satu Kunci Kemajuan Dunia Islam (2)

Pendidikan merupakan salah satu jawaban mengembalikan peran pemuda Islam.

Cautery dalam dunia kedokteran Islam (ilustrasi).
Foto: muslimheritage.com
Cautery dalam dunia kedokteran Islam (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Ada banyak faktor yang memengaruhi kematangan pemuda. Sistem pendidikan dan situasi zaman yang bersangkutan sangat berpengaruh. Kenyataannya, umat Islam kini mulai mencari alternatif-alternatif sistem pendidikan yang efektif, tidak menghabiskan waktu belasan tahun untuk mempelajari terlalu banyak bidang ilmu sekaligus mampu memaksimalkan kemampuan peserta didik.

Pragmatisme ditunjang oleh penyalahgunaan kemudahan teknologi informasi juga membuat pemuda malas bergerak. Ada kesenjangan tingkat usia kematangan yang cukup berpengaruh.

Baca Juga

Pendidikan tak elak merupakan salah satu jawaban untuk mengembalikan peran pemuda. Mahmud Yunus dalam Sejarah Pendidikan Islam menulis, pendidikan Islam meliputi aspek keagamaan, pendidikan aqliyah, akhlak, dan jasmani.

Pokok pendidikan adalah tauhid, menanamkan nilai-nilai tauhid dalam jiwa setiap individu Muslim. Pada periode Makkah, proses pendidikan belum berlangsung optimal. Pendidikan berlangsung di rumah Abul al-Arqam secara sembunyi-sembunyi.

Setelah masyarakat Islam terbentuk di Madinah, barulah pendidikan Islam dapat berlangsung terbuka. Masjid-masjid didirikan, sekaligus dijadikan pusat kegiatan pendidikan dan dakwah. Para sahabat yang tidak mampu secara finansial ditampung di sebuah tempat bernama shuffah.

Pola pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin masih hampir sama dengan periode nabi, baik dari segi maupun lembaganya. Pendidikan tauhid menempati peringkat utama, kemudian akhlak, ibadah, linguistik, syair, ilmu kesehatan, dan lain-lain. Menurut Ahmad Syalabi, lembaga pendidikan ini disebut kuttab. Kuttab dibentuk setelah masjid, konon mulai didirikan pada masa Abu Bakar. Gurunya adalah para sahabat Rasulullah langsung.

Pada masa Umar bin Khattab, sistem pendidikan lebih maju karena dilakukan dalam keadaan stabil. Selain masjid sebagai pusat pendidikan, juga dibentuk pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota. Pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin, antara lain, Makkah, Madinah, Basrah, Kufah, dan Syam.

Para ulama yang mengajar digaji dan menyebar ke berbagai daerah di luar Madinah. Generasi-generasi muda yang dibentuk dari tradisi ilmu inilah yang kemudian membangkitkan kejayaan Islam sampai beberapa abad berikutnya.

Pemuda Islam saat ini dituntut jeli menganalisis kekurangan di tengah umat. Setiap zaman tentu memiliki tantangan masing-masing. Pada masa Rasulullah, para pemuda dapat menyumbangkan tenaganya untuk berdakwah dan berperang di jalan Allah. Namun, kini perang dalam artian fisik menjadi kurang relevan.

Pada masa sekarang, peperangan tidak lagi dilakukan secara fisik, tetapi melalui senjata-senjata ekonomi, politik, budaya, dan ideologi. Sama seperti masa Rasulullah, setiap orang ditempatkan sesuai kapasitas masing-masing. Harus ada pemuda Muslim yang ambil bagian dalam sektor ekonomi, politik, budaya, dan ranah akademis. Menikmati momentum emas bonus demografi, peran-peran strategis pemuda Muslim perlu kian diperkuat.

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement