REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kata sayyidina, yang berarti tuanku sering disertakan sebagian umat islam tatkala melafalkan shalawat kepada nabi. Kata tersebut dimaksudkan sebagai bentuk kecintaan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad. Kemudian, muncul pertanyaan bagaimana hukum mencantumkan kata tersebut di setiap shalawat yang kita ucapkan?
Menurut fatwa Ibnu Hajar, kata sayyidina hendaknya tidak perlu diucapkan setiap menyampaikan shalawat kepada Nabi. Baik di luar aktivitas shalat maupun saat melafalkan tasyahhud sewaktu shalat.
Fatwa itu, ditambahkan Ibnu Hajar, sangat penting agar ungkapan shalawat yang disampaikan tidak tercampuri dengan unsur bidah. Menurut Ibnu Hajar, umat Islam sebaiknya bershalawat seperti yang pernah diajarkan Rasulullah dan para sahabatnya.
Sebab, salah satu hadis yang terdapat dalam Sunan Ibnu Majah dan dijadikan sebagai rujukan bershalawat derajatnya lemah. Hadis yang dimaksudkan yaitu hadis riwayat dari Abdullah bin Masud RA, ia berkata, "Jika kalian bershalawat atas Nabi, perbaguslah shalawat kalian karena sesungguhnya kalian tidak mengerti barang kali shalawat tersebut akan disampaikan kepadanya."
Para sahabat berkata, Ajari kami. "Dia (Abdullah bin Masud) berkata, Katakanlah, ‘Ya Allah jadikanlah shalawat, berkah, dan rahmat Mu atas tuan umat Islam dan imam para muttaqin."
Kemudian, Ismail Ibnu Ishaq, menulis dalam karyanya ini, tempat yang dianjurkan meningkatkan bacaan shalawat adalah tatkala beritikaf di masjid. Shalawat di dalam masjid memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan bershalawat di tempat lainnya.
Maka, hendaknya seorang Muslim tidak melewatkan menguntaikan shalawat kepada Rasullullah selama berada di Rumah Allah. Kali ini, sang penulis tidak menyertakan riwayat hadis, tetapi atsar yang dinukil dari Ali bin Abi Thalib. Ungkapan Ali berbunyi, "Apabila kalian berdiam diri di masjid, bershalawatlah kepada Nabi."
Tetapi, hari yang ditekankan memperbanyak membaca shalawat adalah hari Jumat. Rasulullah menyebutkan beberapa hikmah di balik anjuran menggiatkan bershalawat di hari Jumat. Hikmah yang pertama, hari Jumat adalah hari tatkala Malaikat diperintahkan secara khusus untuk mendengarkan shalawat dari anak Adam.
Diriwayatkan dari Yazid Ar-Raqasyi, dia berkata, Sesungguhnya Malaikat didelegasikan pada hari Jumat, barang siapa yang bershalawat atas Nabi Muhammad pada hari jumat, dia akan menyampaikannya kepadanya sembari mengatakan, ‘Si Fulan menyampaikan shalawat atasmu Rasulullah’. Rasulullah menjamin siapa pun yang bershalawat pada hari Jumat, dipastikan akan sampai kepadanya.