REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Asma binti Abu Bakar merupakan salah seorang Muslimah di zaman Nabi Muhammad yang berkontribusi besar terhadap dakwah Islam. Beliau bahkan tercatat sebagai salah satu Muslimah yang kerap mengisi lini sejarah penting dalam historikal dunia Muslim.
Nama lengkap beliau adalah Asma binti Abdullah bin Utsman Abu Bakar as-Shidiq. Muslimah yang lahir pada tahun 27 sebelum hijriyah (SH) ini termasuk dari kalangan orang-orang generasi awal pemeluk Islam atau Assabiqunal Awwalun.
Dalam buku Tokoh-Tokoh Besar Sepanjang Sejarah Islam karya Syaikh Muhammad Sa’id Mursi disebutkan, Asma binti Abu Bakar memiliki pengalaman yang sangat penting yang membekas dalam hidupnya. Yakni ketika beranjak meninggalkan rumah Sayyidina Abu Bakar guna menuju Madinah bersama Rasulullah SAW.
Kala itu, karena perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah membutuhkan tenaga yang tak sedikit, ia tak menemukan sebuah solusi yang dapat menyelesaikan rasa hausnya. Beliau kemudian berkata kepada Sayyidina Abu Bakar dia belum menemukan solusi untuk meredam rasa hausnya, namun tekadnya kuat dalam melakukan hijrah bersama Rasulullah SAW.
Mendengar hal itu, Sayyidina Abu Bakar pun menjawab: “Selesaikanlah permasalahan itu melalui dua hal. Pertama, selesaikan rasa hausmu itu. Kedua, bahwa hijrah Rasulullah SAW harus sampai pada tujuan,”. Dua permasalahan itu pada akhirnya dikenal dan dijuluki sebagai prasasti dua kemampuan.
Keteguhan Asma terhadap hijrah pun tak terbendung. Meski rasa haus bergelayut, tak seinchi pun niatnya bergeser untuk mengurungkan niat berhijrah. Sebagai salah satu Assabiqunal Awwalun, Asma binti Abu Bakar juga banyak merekam kejadian penting dalam perjuangan dakwah Islam.
Beliau merupakan salah satu sahabat Nabi yang ikut menyaksikan dan mengalami secara langsung perang Yarmuk. Ia ikut serta dalam perang tersebut bersama dengan suaminya, Zubair bin Awwab yang merupakan salah seorang sahabat Rasul yang dijanjikan masuk surga.
Sebagai seorang istri dan ibu, dakwah dan perjuangan Asma terhadap kebenaran juga meliputi keluarganya. Beliau senantiasa meminta dan menasehati anak-anaknya agar menjadi orang yang pemberani dan berkemauan keras. Hal ini terbukti di saat Bani Umayyah hendak membunuh anaknya itu.
Pada saat itu sang anak berkata bahwa ia takut bernasib sama dengan ahli Syam. Asma kemudian spontan dan menjawab perkataan anaknya: “Apa yang ditakutkan oleh seekor domba di saat telah disembelih?”. Dari perkataan itu tersirat makna bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan di saat nasi telah menjadi bubur, yaitu keharusan untuk melawan Bani Umayyah.
Perjalanan hidup serta kontribusinya terhadap Islam memang nyata. Asma binti Abu Bakar terbukti berhasil meriwayatkan 56 hadist Nabi Muhammad SAW, dan 26 di antaranya terdapat dalam buku Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Terdapat banyak sekali para rawi hadist seperti Ibnu Abbas, anak aki-laki Asma, Fatimah binti Mudhir, dan para rawi-rawi hadis lainnya yang meriwayatkan haadis dari Asma binti Abu Bakar. Salah satu hadist yang diriwayatkan dari Nabi adalah berbunyi:
“Ibuku telah meninggal dunia dalam keadaan syirik sebelum kedatangan Rasulullah SAW. Sedangkan anak laki-lakinya mati dalam keadaan musyrik setelah masa kenabian Rasul. Kemudian aku meminta fatwa kepada Rasulullah seraya aku berkata padanya: ibuku telah meninggal dunia dalam keadaan musyrik, apakah aku harus menshalatinya? Maka Rasulullah pun menjawab: Iya tentu. Untuk ibumu,”.
Kepiwaian Asma dalam bidang hadis memang tak perlu diragukan lagi. Bahkan beliau merupakan ibu dari Abdullah bin Zubair yang dikenal sebagai salah satu dari empat orang terkemuka dalam bidang hadits (al-ibadalah al arba’ah).
Maka tak heran, kelahiran beliau merupakan kelahiran pertama yang dirayakan di Madinah. Tak hanya dikenal sebagai Muslimah yang meriwayatkan hadis, Asma binti Abu Bakar juga dikenal sebagai seorang penyair. Kata-kata dalam syairnya dikenal sangat menusuk dan tajam bagi siapapun yang membacanya.
Asma binti Abu Bakar meninggal dunia di Makkah pada usia 100 tahun. Yaitu setelah anak laki-lakinya yang bernama Balyal mati terbunuh. Mengagumkannya, hingga meninggal dunia di usia lanjut pun, tak ada satu gigi Asma yang patah atau copot. Otaknya pun masih berjalan sehat sebagaimana mestinya meski beliau hidup di usia uzur.