Kamis 06 Feb 2020 07:24 WIB

Muslim China Kerap Sembunyikan Agamanya dari Keluarga

Seorang keturunan China yang Muslim akan dikritik keluarga dan komunitas mereka.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Muslim China Kerap Sembunyikan Agamanya dari Keluarga. Warga mengunjungi Masjid Chengho di Palembang, Sumatra Selatan.
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Muslim China Kerap Sembunyikan Agamanya dari Keluarga. Warga mengunjungi Masjid Chengho di Palembang, Sumatra Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi internasional independen World Economic Forum menyebutkan, pada 2016 Indonesia memiliki populasi etnis China terbesar di dunia di luar China, dengan total 7,6 juta orang. Seorang peneliti di Pusat Studi Indonesia-China di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel di Surabaya, Fathoni Hakim, memperkirakan 1,9 juta etnis China di Indonesia adalah Muslim.

Menurutnya, tidak ada statistik resmi mengenai ini. Namun, banyak Muslim China yang menyembunyikan identitas mereka dari keluarga atau komunitas mereka. "Mereka takut dengan apa yang bisa terjadi jika keluarga mereka tahu," kata Fathoni, dilansir di South China Morning Post, Rabu (5/2).

Baca Juga

Sebab dalam banyak kasus, kata Hakim, tidak sedikit orang China yang menjadi Muslim diusir dari keluarga atau komunitas setelah masuk Islam. Beberapa orang China memiliki persepsi keliru tentang Muslim di Indonesia. Beberapa dianggap tidak berpendidikan, tidak beruntung secara finansial, dan mereka sering meminta sumbangan, kadang-kadang dengan paksa.

"Seorang keturunan China yang memeluk Islam akan dikritik dan ditekan dengan keras oleh keluarga dan komunitas mereka. Ini menghambat proses sensus penduduk," ujarnya.

Ketua Asosiasi Muslim Tionghoa Indonesia (Piti) untuk Magelang, Mahdi, mengatakan begitu banyak orang China yang menganggap memeluk Islam sebagai hal yang memalukan. Ia yakin masih banyak Muslim China yang belum menunjukkan diri agamanya dan karenanya belum terdaftar.

"Mereka masih takut untuk membuka diri, terutama kepada orang tua mereka," kata pria berusia 50 tahun itu.

Mahdi sendiri masuk Islam ketika dia duduk di kelas empat SD. Ia terlahir sebagai Kwee Giok Yong. Seperti banyak orang Indonesia, Mahdi hanya menggunakan satu nama.

Ia mengatakan, keluarganya mungkin telah menerima keputusannya berpindah keyakinan ke agama lain, seperti Kristen. Akan tetapi, memeluk Islam dipandang hal yang memalukan. Karena itulah, orang China yang baru berpindah agama sering takut menjadi minoritas di komunitas mereka sendiri.

"Banyak yang mengalami penganiayaan, termasuk intimidasi. Beberapa telah dikeluarkan dari keluarga, dicoret dari daftar penerima warisan, diejek, kepala mereka dicukur secara paksa, dan seterusnya. Dan inilah saat dukungan dari sesama Muslim lainnya sangat dibutuhkan," ujarnya.

Menurut Mehdi, dukungan itu begitu penting bagi Muslim China. Dukungan diperlukan termasuk memberikan bantuan untuk memperbarui dokumen hukum atas perubahan status, seperti identitas nasional dan kartu keluarga, yang keduanya berisi data tentang agama pemegang kartu.

"Memperbarui agama sangat penting karena ini adalah identitas baru mereka. Mengabaikan untuk memperbarui data resmi dapat menyebabkan kebingungan dan kesalahpahaman keluarga," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement