REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Nabi Muhammad SAW meninggal dunia pada 2 Rabiul Awal 11 Hijriyah tanpa meninggalkan wasiat kepada para sahabat untuk meneruskan kepemimpinannya (keKhalifahan). Sekelompok kaum Muslimin saat itu berpendapat bahwa Abu bakar Ash-Shiddiq lebih berhak atas kekhalifahan karena Nabi Muhammad meridhainya dalam soal-soal agama, salah satunya dengan mengimami shalat berjamaah selama beliau tidak sehat.
Karena itu, mereka menghendaki agar Abu bakar memimpin urusan keduniaan, yakni kekhalifahan. Kelompok yang lain berpendapat bahwa orang yang paling berhak atas kekhalifahan adalah keluarga Nabi Muhammad SAW, yaitu Abdullah bin Abbas atau Ali bin Abu Thalib.
Selain itu, masih ada sekelompok kaum Muslimin lainnya yang berpendapat bahwa yang paling berhak atas kekhalifahan adalah salah seorang kaum Quraisy yang termasuk dalam kaum Muhajirin gelombang pertama. Kelompok lainnya berpendapat, bahwa yang paling berhak atas kekhalifahan yaitu kaum Anshar. Ada tiga golongan yang bersaing keras terhadap perebutan kepemimpinan ini, yaitu Anshar, Muhajirin dan keluarga Hasyim.
Dalam pertemuan di balai pertemuan Bani Saidah di Kota Madinah, kaum Anshar mencalonkan Saad bin Ubadah, pemuka Kazraj, sebagai pemimpin. Sedangkan, Muhajirin mendesak Abu Bakar sebagai calon mereka karena dipandang paling layak untuk menggantikan kepemimpinan nabi. Di lain pihak, terdapat sekelompok orang yang menghendaki Ali bin Abi Thalib, karena nabi telah merujuk secara terang-terangan sebagai penggantinya, di samping Ali merupakan menantu dan kerabat nabi.
Masing-masing kelompok merasa paling berhak menjadi penerus nabi. Namun, atas upaya tegas dari Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah, memaksa Abu Bakar sendiri sebagai pemimpin. Besar kemungkinan tanpa intervensi mereka persatuan umat yang menjadi modal utama bagi hari depan komunitas muslim yang masih muda itu berada dalam tanda tanya besar.
Dengan semangat persaudaraan, terpilihlah Abu Bakar, Ia adalah orang Quraisy yang merupakan pilihan ideal karena sejak pertama menjadi pendamping nabi, ia sahabat yang paling memahami risalah Muhammad, bahkan ia merupakan golongan as-sabiqun al-awwalun yang memperoleh gelar Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Setelah para sahabat Nabi dan kaum Muslimin saat itu membaiat Abu Bakar, maka Abu Bakar pun memberikan pidatonya atas kepercayaan umat Islam kepada dirinya. Adapun isi pidato itu adalah:
"Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutlah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendakklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bila mana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidak perlu mematuhiku. Berdirilah (untuk) shalat, semoga rahmat Allah meliputi kamu."