REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof Din Syamsuddin menghadiri konferensi Internasional tentang pembaharuan pemikiran Islam yang digelar Al-Azhar di Kairo, Mesir pada 27-28 Januari 2020. Din Syamsuddin yang mendapat giliran berbicara pada sesi pertama dalam ceramahnya mengungkapkan pentingnya mengamalkan Pancasila secara konsisten dan konsekuen.
Sebab, Pancasila adalah modal bagi bangsa Indonesia yang majemuk untuk tetap menjaga harmoni hubungan antarsesama pemeluk agama maupun luar agama.
"Seyogyanya tidak terdapat ketegangan antara negara dan Islam atau umat Islam. Harmoni hubungan akan tetap terpelihara jika semua pihak mengamalkan Pancasila secara konsekuen dan konsisten," ujar Din dalam keterangan yang diterima wartawan, Selasa (27/1).
Din mengatakan Pancasila dan juga UUD adalah kesepakatan yang telah dicapai bangsa Indonesia saat merumuskan nilai-nilai dasar kebangsaan dan kenegaraan di era Indonesia terbentuk.
Ia juga mengatakan rancang bangun negara kebangsaan Indonesia merupakan ijtihad politik para pendiri bangsa yang di dalamnya terdapat sejumlah tokoh Islam
Karena itu, Din menyebut Pancasila maupun UUD 1945 telah disesuaikan menampilkan prinsip jalan tengah Islam (Wasatiyyat Islam). Din Syamauddin memberikan tentang prinsip perekonomian konstitusional dalam Pasal 33 UUD 1945 merupakan jalan tengah karena tidak condong kepada kapitalisme dan juga sosialisme.
"Prinsip tersebut menekankan kegotongroyongan dan kekuargaan, dua ajaran Islam yang sentral," kata Din.
Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015 itu juga menyampaikan peran-peran ormas Islam di Indonesia dalam pembaruan pemikiran Islam.
Menurut Din, peran itu sangat nyata pada perumusan nilai-nilai dasar kebangsaan dan kenegaraan yang menghasilkan Dasar Negara Pancasila dan Konstitusi Negara UUD 1945. Keduanya menurut Din Syamsuddin, mengandung dan merupakan kristitalisasi nilai-nilai Islam.
Din Syamsuddin juga menjelaskan bahwa nilai ketuhanan, kemanusiaan, persaudaraan/persatuan, permusyawaratan, dan keadilan merupakan nilai-nilai Islam utama. Begitu pula, arsitektur ketatanegaraan dan pemerintahan Indonesia merupakan manifestasi pemikiran politik dalam paradigma Sunni.
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof. Din Syamsuddin sejak 26 Januari berada di Kairo bersama Pimpinan Pondok Modern Tazakka Batang Jawa Tengah KH. Anizar Masyhadi. Konferensi diselenggarakan atas arahan Presiden Mesir Abdul Fattah As-sisi dan Syaikh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad Thoyyib.
Konferensi dihadiri sekitar 300 tokoh ulama dan cendekiawan Muslim dari 41 negara. Dari Indonesia hadiri Prof. Quraish Shihab (Anggota Majelis Hukama Islam Dunia), Dr. TGB Zainul Majdi (Ketua Asosiasi Alumni Al-Azhar), Dr. Mukhlis Hanafi (Direktur Museum Al-Qur’an), Dr. Usman Syihab (Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Cairo).
Grand Syaikh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad At-Thoyyib dalam sambutan pembukaan konperensi menyampaikan ucapan selamat datang kepada para ulama, mufti dan cendikiawan dunia yang hadir. Menurut Syaikh At-Thoyyib, Islam dan pembaharuan selalu berjalan selaras dan beriringan, bahwa ajaran Islam terdapat tsawabith, hukum-hukum ibadah yang bersifat pasti tidak ada pintu ijtihad, seperti; sholat, puasa, zakat dan haji, namun terdapat yang bersifat mutaghayyir atau terdapat pintu ijtihad yang lebih luas.
Din Syamsuddin mendapat giliran berbicara pada sesi pertama setelah pembukaan bersama Syaikh Abdur Rahman Al-Khalifa (Presiden Dewan Islam Bahrain), dan Prof. Mohammad Husein Al-Mahrasawy (Rektor Universitas Al-Azhar) yang dipimpin oleh Prof. Akmal Ehsanoglu (Mantan Sekjen OKI dari Turki).