REPUBLIKA.CO.ID, Tawadhu memiliki dua arti; yaitu menerima kebenaran datangnya dari siapa saja, dan kedua mampu menjalani interaksi dengan semua manusia. Telah kita ketahui bersama bahwa tawadhu adalah lawan kata dari kesombongan.
Kedua definisi tersebut diambil dari sebuah hadis yang saat itu Nabi SAW mendefinisikan tentang kesombongan. “Kesombongan itu menolak kebenaran dan merendahkan martabat manusia.“ (HR Muslim dan At-Tirmidzi)
Bersikap tinggi hati, tidak mau memberi salam dan senyum kepada orang lain, dan tidak mau berbicara dengan siapapun merupakan contoh sikap zalim kepada manusia. Dari sinilah definisi tawadhu diambil menjadi dua arti.
Dalam buku Semua Akhlak Nabi, karya Amru Khalid, diceritakan pula kisah Nabi SAW yang tubuhnya penuh dengan debu. Saat Perang Khandaq, sebagian sahabat ada yang menggali tanah dan menghancurkan bebatuan.
Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang tidak ringan dan tidak mudah. Lalu apa yang diperbuat Rasulullah SAW? Apakah beliau SAW hanya mengawasi para sahabatnya itu?
Ternyata tidak! Dengan penuh semangat Nabi Saw memikul tanah galian berkedalaman tiga meter. Kemudian, para sahabat berkata, “Demi Allah, kita melihat tubuh Nabi SAW dipenuhi debu.”
Lihatlah betapa pedulinya Nabi SAW dan memilih untuk mencoba pekerjaan yang berat seperti mengangkut tanah.
Bahkan, sebuah hadis lain menyebutkan, “Nabi SAW membantu keluarganya, menjahit baju yang robek, menambal sepatu, memerah susu kambing, dan melayani diri sendiri.” (HR Ahmad)
Begitulah sifat tawadhu Nabi Muhammad SAW. Tidak ada seorang pun yang masuk surga kecuali mengikuti petunjuk Nabi SAW dan belajarlah dari ketawadhuan beliau.
Sebab, tawadhu pun memiliki keutamaan yang luar bisa, yaitu dapat meninggikan derajat seorang mukmin dengan sikap tawadhu yang ikhlas karena Allah SWT. Begitu pun sebaliknya dengan sifat kesombongan. Allah akan menempatkan manusia yang derajatnya tidak tinggi di sisi Allah.
Seperti hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Muslim dan at-Tirmidzi, “Tidak satu pun karunia yang diperoleh seseorang yang bersikap tawadhu kepada Allah kecuali Allah meninggikan derajatnya.”
Jadi, alangkah tingginya derajat orang-orang Mukmin yang tawadhu kepada Allah SWT karena mereka akan diselamatkan. Namun, alangkah hinanya martabat orang-orang yang akan dibinasakan karena kesombongan.