REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kabag Humas Masjid Istiqlal, Abu Hurairah menyatakan bahwa Istiqlal selalu selektif dalam melakukan pemilihan Imam reguler ataupun khatibnya. Menurut dia, ada ada banyak persyaratan khusus dan dikatakan sulit untuk memimpin ibadah Muslim di masjid terbesar di Asia Tenggara itu.
“Kita memang telah regenerasi Imam reguler belum lama ini, dan saat ini rentang usia Imam reguler di Istiqlal ada di usia 30 hingga 50-an,” kata diaketika dikonfirmasi Republika.co.id, Selasa (21/1).
Dia menegaskan, pihaknya melakukan pemilihan Imam dengan selektif. Di mana, persyaratan yang harus dimiliki Imam tersebut adalah, hafal dan paham Alquran 30 juz. Selain itu, calon imam juga harus merupakan qori.
“Dan pernah juara di tingkat internasional atau nasional,” katanya.
Abu menambahkan, persyaratan khusus juga berlaku bagi khatib ceramah Jumat, Ied ataupun tarawih di masjid Istiqlal. Di mana, salah satunya harus merampungkan Pendidikan S3.
“Kecuali tokoh atau ulama terkenal seperti Ustaz Yusuf Mansyur, itu jadi pengecualian. Selebihnya, minimal bergelar Dr atau Profesor,” ujar dia.
Ketika ditanya masa bakti Imam reguler di Istiqlal, menurut dia tak ada batasan waktu jika ia dinilai masih mampu. Sebaliknya hal tersebut berbeda dengan jabatan Imam besar Istiqlal, yang ditunjuk negara setiap periodenya.
“Tetapi kalau untuk khatib, biasanya setahun hanya sekali atau maksimal dua kali untuk mengisi khutbah,” kata dia.
Meski banyak sekali persyaratan untuk menjadi Imam di Istiqlal, Abu beranggapan bahwa antusiasme untuk ikut dalam penyeleksian sangat tinggi. Bahkan menurut dia, banyak yang berebut untuk berhasil ditunjuk sebagai Imam reguler ataupun Khatib oleh Imam Besar Istiqlal, yang saat ini diemban oleh Prof Nasaruddin Umam.
Oleh sebab itu, Abu menuturkan, Istiqlal tidak kekurangan Imam atau Khatib sama sekali. Sebaliknya, banyak yang mengantri untuk memimpin ibadah di Istiqlal.
“Sudah ideal dan cukup, bahkan untuk khatib lebih, karena hanya setahun sekali biasanya,” ungkap dia.
Lebih jauh, dia mengatakan, keberadaan Imam dan Khatib bagi masyarakat yang khususnya beribadah di Istiqlal dinilai memegang peranan penting. Sebab, Istiqlal merupakan simbol agama Islam Negara Indonesia.
Sambung dia, meski Istiqlal tidak membawahi masjid di berbagai wilayah secara langsung, namun Istiqlal dirasa menjadi percontohan. Bahkan menjadi daya tarik tersendiri bagi umat Islam.
“Dan salah satu daya tariknya adalah Imam dan khatibnya. Karena masih banyak juga masyarakat yang tertarik dan antusias untuk datang karena Imam atau Khatib dinilai mampu mencerahkannya,” tuturnya.