REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI), Din Syamsuddin menyampaikan, adanya pelajaran bahasa Mandarin di madrasah merupakan ide lama di banyak lembaga pendidikan Islam. Tapi tidak hanya mengajarkan bahasa Mandarin saja.
"Kalau alumni tamatan madrasah bisa menguasai bahasa Mandarin itu sudah ide lama di banyak lembaga pendidikan Islam tapi bukan bahasa Mandarin saja (yang dipelajari)," kata Din kepada Republika usai Rapat Pleno Wantim MUI di kantor MUI Pusat, Rabu (8/1).
Ia menyampaikan, mempelajari bahasa-bahasa asing di madrasah supaya siswa-siswi menguasai bahasa-bahasa asing karena mereka hidup di era globalisasi. Din juga mengingatkan, yang mutlak tidak boleh diabaikan dan dihilangkan adalah pelajaran bahasa Arab.
Setelah bahasa Arab pelajaran bahasa Inggris dan ilmu pengetahuan dunia. Selanjutnya bahasa pergaulan dunia dalam hal ini boleh ditambah bahasa-bahasa lain yang dipelajari seperti Mandarin, Jepang atau Korea sesuai keperluan.
"Tapi memang banyak yang mengusulkan dengan kebangkitan Asia Timur, kebangkitan China membawa kekuatan baru di dunia ini, maka bahasa Mandarin perlu (dipelajari) supaya kita tau China mau kemana dan apa yang ada di sana, dan sekaligus bisa berkomunikasi," ujarnya.
Din pribadi menilai baik-baik saja bila madrasah mempelajari bahasa Mandarin tapi perlu mempelajari bahasa asing lainnya juga. Selain itu, Indonesia juga harus berusaha agar bahasa Indonesia dipelajari oleh orang lain.
Din juga mengingatkan, jangan lupa orientalis yang mau merekayasa kebudayaan Islam dan pihak yang mau mengobok-obok agama Islam itu belajar bahasa Arab dulu.
Di tempat lain, Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah pada Kemenag, Ahmad Umar mengatakan, tambahan pelajaran bahasa asing intinya untuk meningkatkan daya saing madrasah. Maka Kemenag mendorong setiap madrasah untuk mengajarkan bahasa asing.
"Mendorong penguasaan bahasa asing seperti bahasa Arab, Inggris, Jerman, Jepang, Mandarin dan yang lainnya sesuai minat siswa," kata Umar kepada Republika, Rabu (8/1).
Ia menyampaikan, pelajaran bahasa asing hanya tambahan dan tidak mengurangi pelajaran lainnya. Umar menambahkan, sudah banyak lulusan madrasah yang meneruskan kuliah dan bekerja di luar negeri.
Oleh karena itu Kemenag menilai perlu adanya tambahan pelajaran bahasa asing untuk membantu siswa-siswi madrasah. "Anak-anak kita sudah banyak yang ke Jerman, Jepang, Australia, Amerika, Singapura," ujarnya.