REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Pada akhir tahun keenam Hijriyah, Nabi Muhamamd menulis surat kepada raja-raja. Tujuannya tak lain untuk mengajak mereka masuk Islam.
Saat ingin menulis surat-surat itu, diberitakan kepada Nabi bahwa para raja-raja tidak mau menerima surat kecuali jika diberi stempel. Maka, Nabi Muhammad pun membuat stempel dari perak bertuliskan: "Muhammad Rasul Allah." Tulisan ini terdiri dari tiga baris, Muhammad sebaris, Rasul sebaris, dan Allah sebaris.
Kemudian, Nabi Muhammad memilih beberapa sahabat yang memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk dijadikan utusan kepada raja-raja. Tokoh ulama besar, Al Manshurfuri menyebut, Nabi Muhammad mengirim beberapa utusan itu pada awal bulan Muharram, tahun ke tujuh hijriyah.
Salah satu surat yang dikirimkan itu adalah kepada Kisra, Raja Persia. Berikut isinya:
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Dari Muhammad utusan Allah kepada Kisra penguasa Persia. Salam sejahtera bagi orang yang mengikuti petunjuk, beriman kepada Allah dan utusanNya, dan bersaksi tiada ilah selain Allah yang Esa, tiada sekutu bagiNya, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Aku ajak kamu dengan seruan Allah, karena sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada seluruh manusia, untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir. Masuk Islamlah, niscaya kamu selamat. Jika kamu enggan, kamu akan memikul dosa orang Masjusi."
Syekh Syafiyyurrahman Al Mubarakfuri dalam bukunya yang berjudul 'Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad' menuliskan, untuk mengantaskan surat ini Nabi Muhammad memilih Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi.
Ketika surat itu dibacakan kepada Raja Kisra, ia langsung merobek-robek dan berkata, "Seorang hamba yang hina dari rakyatku berani menulis namanya sebelum namaku."
Mendengar kabar ini, Nabi Muhammad bersabda, "Semoga Allah mengoyak-oyak kerajaannya."
Benar saja sabda Nabi Muhammad itu terwujud di kemudian hari. Setelah membaca surat tersebut, Kisra menulis surat kepada Badzan, gubernurnya di Yaman. "Kirimkan dua orang anak buahmu yang kuat kepada orang Hijaz itu agar mereka membawanya kepadaku."
Lalu Badzan memilih dua orang anak buahnya dan mengutus mereka dengan membawa surat kepada Nabi Muhammad. Di mana, surat itu berisi perintah agar membawa Nabi kepada raja Kisra. Nabi pun memerintahkan agar kedua utusan itu menemui dirinya keesokan harinya.
Pada saat itu tengah terjadi pemberontakan besar terhadap Kisra yang dilakukan oleh anggota keluarganya sendiri. Itu terjadi setelah pasukannya mengalami kekalahan yang besar melawan pasukan Kaisar Romawi.
Syirawaih, putra mahkota Kisra, bangkit menyerang ayahnya kemudian membunuhnya dan mengambil alih tampuk kekuasaan. Pembunuhan ini terjadi pada malam Selasa tanggal 10 Jumadil Ula, tahun ketujuh Hijriyah.
Nabi Muhammad mengetahui persoalan ini melalui wahyu. Dan, keesokan harinya kedua utusan itu datang menemui Nabi. Nabi pun memberitahukan pembunuhan itu kepada keduanya.
"Apakah kau sadar atas apa yang kau katakan?" tanya kedua utusan itu.
"Kami tadinya telah memberi ancaman yang lebih ringan kepadamu, sekarang, apa kau berani bila kami menulis perkataanmu ini dan kami laporkan kepada raja?" kata keduanya.
Nabi menjawab, "Silakan".
"Ceritakan hal itu kepada raja kalian, katakan bahwa agama dan kekuasaanku ini akan mencapai apa yang telah dicapai Kisra dan akan sampai ke ujung dunia. Katakan juga kepadanya, "Jika masuk Islam, aku akan berikan apa yang ada dalam kekuasaanmu dan aku jadikan dirimu sebagai raja atas kaummu," kata Nabi.
Lalu, keluarlah keduanya dari hadapan Nabi dan pulang menghadap Badzan dan diceritakanlah semuanya kepadanya. Tidak lama setelah itu, datang surat berisi pemberitahuan tentang pembunuhan Syirawaih terhadap ayahnya. Dalam surat itu, Syirawaih berkata kepadanya, "Perhatikanlah orang yang ayahku menulis surat kepadamu mengenai dirinya, dan jangan kau membuatnya marah sampai datang perintahku kepadamu."
Peristiwa itu akhirnya menjadi sebab masuk Islamnya Badzan dan orang-orang Persia yang berada di Yaman.