REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Pengacara Muslim India membawa perkara soal pengesahan RUU Amandemen Kewarganegaraan menjadi undang-undang ke Mahkamah Agung. Asosiasi Advokat Muslim (MAA) India mendatangi Mahkamah Agung (MA) dan meminta agar MA menyatakan undang-undang baru itu tidak konstitusional.
"Undang-undang tersebut melanggar Pasal 14, 21, dan 25 Konstitusi, dan struktur dasar konstitusi," kata MAA dalam pembelaannya, dilansir di The Times of India, Selasa (17/12).
Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan ini akan berupaya memberikan status kewarganegaraan bagi pengungsi dari pemeluk agama Hindu, Kristen, Sikh, Budha, dan Parsi, kecuali Muslim. Para pemeluk itu adalah mereka yang melarikan diri dari yang disebut pemerintah sebagai penganiayaan agama, dari negara-negara tetangga Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh. Mereka yang mengungsi itu adalah yang memasuki India pada atau sebelum 31 Desember 2014.
RUU ini dengan mudahnya lolos di Parlemen, setelah Rajya Sabha (majelis tinggi parlemen) mengesahkannya pada 11 Desember lalu. Sebanyak 125 anggota majelis tinggi mendukung RUU tersebut, sedangkan 105 lainnya memilih menentangnya.
I want to unequivocally assure my fellow Indians that CAA does not affect any citizen of India of any religion. No Indian has anything to worry regarding this Act. This Act is only for those who have faced years of persecution outside and have no other place to go except India.
— Narendra Modi (@narendramodi) December 16, 2019
Menteri Dalam Negeri India, Amit Shah, mengatakan RUU tersebut akan memberikan harapan baru kepada non-Muslim, yang bermigrasi ke India karena penganiayaan agama di negara tetangga. Perdana Menteri Narendra Modi menyebut hari pengesahan RUU ini sebagai 'hari paling penting' dalam sejarah India.
Namun demikian, Presiden Kongres Sonia Gandhi menyebut berlakunya undang-undang tersebut sebagai kemenangan pasukan fanati'. RUU Kewarganegaraan telah menuai protes besar-besaran di India. Bahkan, aksi protes yang dilakukan warga telah memakan korban.
Namun, setelah menerapkan tes kewarganegaraan di negara bagian Assam, pemerintah India justru menegaskan akan memperluas aturan tersebut ke wilayah lainnya. Dengan adanya tes kewarganegaraan itu, sekitar dua juta orang di Assam kini tidak lagi memiliki hak untuk tinggal di India.