REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak pihak yang menyampaikan bahwa potensi wakaf di Indonesia sangat besar tapi belum tergali dan dirasakan manfaatnya secara luas oleh umat. Pengamat Ekonomi Syariah, Yusuf Wibisono menyarankan agar para nadzir atau pengelola wakaf lebih fokus mengembangkan wakaf produktif agar hasilnya bisa dirasakan umat.
Yusuf mengatakan, potensi wakaf aset berupa tanah dan bangunan yang ada di Indonesia sangat luas dan banyak. Aset-aset wakaf tersebut tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
"Kita juga memperhitungkan potensi wakaf tunai atau wakaf uang, dengan potensi sekitar 230 juta penduduk Muslim (di Indonesia), itu sangat luar biasa potensinya," kata Yusuf kepada Republika, Jumat (13/12).
Namun, dia menyayangkan karena potensi wakaf aset dan wakaf uang yang sangat besar belum tergali sepenuhnya. Oleh karena itu, menurutnya perlu mencari terobosan agar wakaf bisa lebih cepat memberi manfaat yang luas terhadap umat.
Ia mengingatkan, wakaf di Indonesia sampai sekarang masih didominasi oleh wakaf yang berbentuk pelayanan publik. Seperti wakaf masjid dan kuburan. Sementara, wakaf produktif yang menghasilkan pendapatan seperti tempat usaha, pertanian dan perkebunan relatif masih sedikit.
Yusuf menyarankan, ke depan perlu dilakukan revitalisasi secara mendasar tentang aset wakaf. Artinya aset wakaf mesti dibedakan jenisnya antara aset yang memiliki potensi ekonomi dan tidak memiliki potensi ekonomi.
"Jadi kalau punya nilai aset (wakaf) yang punya nilai ekonomi yang tinggi, seharusnya pengelolaannya bisa lebih diarahkan ke wakaf produktif, jangan ke wakaf yang sifatnya pelayanan publik saja," ujarnya.
Ia menjelaskan, memang tidak salah melakukan wakaf yang sifatnya pelayanan publik. Tapi kalau aset wakaf dijadikan pelayanan publik semua pada akhirnya akan menjadi beban umat. Maka pola pikir pengelola wakaf atau nadzir harus diubah agar mampu mengelola aset wakaf yang bisa menghasilkan, bukan aset wakaf yang harus disubsidi oleh umat.
Menurut dia, bisa juga mengkolaborasikan wakaf aset berupa tanah dan wakaf uang. Di atas tanah wakaf itu dibangun sesuatu yang produktif menggunakan wakaf uang. Supaya bisa menjadi wakaf produktif yang menghasilkan.
Tingkatkan Literasi Wakaf dan Profesionalitas Nadzir
Pengamat Ekonomi Syariah dari Universitas Indonesia ini juga menyoroti penyebab wakaf belum maju seperti zakat. Menurut dia, literasi umat terhadap wakaf masih lemah dan profesionalitas para nadzir harus ditingkatkan.
"Jangankan wakaf, zakat saja masih banyak orang yang belum paham. Literasi zakat masih harus terus ditingkatkan, meski sudah jauh lebih baik tapi karena ada momentum Ramadhan, Zakat Fitrah dan Idul Fitri jadi literasi zakat sudah jauh lebih baik," jelasnya.
Namun, Yusuf menegaskan, literasi wakaf umat Islam di Indonesia masih butuh banyak bantuan. Menurutnya para pemuka agama dan cendekiawan Muslim perlu telaten dan sabar memberikan edukasi tentang wakaf ke umat.
Hal yang tidak kalah penting, ia mengatakan, kinerja nadzir menjadi salah satu penyebab kenapa banyak umat yang masih enggan melaksanakan wakaf. Karena para nadzir belum menunjukan kinerja yang baik dalam mengelola aset wakaf
"Kalau nadzir bagus, amanah dan profesional, itu terbukti lumayan potensi wakaf yang terhimpun, kalau ada bukti pengelolaan wakaf yang baik, biasanya umat jauh lebih mudah diajak untuk wakaf," ujarnya.
Yusuf mencontohkan, beberapa lembaga zakat yang sudah besar ketika meluncurkan program wakaf, dengan cepat umat mempercayakan aset wakafnya ke mereka. Karena mereka sudah terbukti baik pengelolaannya.
"Jadi ini harus saling menopang di satu sisi literasi wakaf ke umat dikuatkan, disisi lain nadzir harus menunjukan prestasi pengelolaan yang bagus," katanya.
Sebagaimana diketahui potensi wakaf uang pernah diteliti oleh Bank Indonesia (BI), potensinya sebesar Rp 77 Triliun. Badan Wakaf Indonesia (BWI) juga pernah meneliti bersama UIN tentang potensi wakaf di Indonesia yang jumlahnya mencapai Rp 10 Triliun per tahun.