Jumat 13 Dec 2019 11:21 WIB

Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan: Perspektif Sosiologis

Pidato lengkap pengukuhan Haedar Nashir Sebagai Guru Besar

Pengukuhan Guru Besar Haedar Nashir. Prof Haedar Nashir menerima ucapan selamat dari mantan Wapres Jusuf Kalla saat upacara Pengukuhan Guru Besar di Sportorium UMY, Yogyakarta, Kamis (12/12).
Foto:
Pengukuhan Guru Besar Haedar Nashir. Pidato pengukuhan guru besar oleh Prof Haedar Nashir di Sportorium UMY, Yogyakarta, Kamis (12/12).

Pemahaman terhadap radikalisme dan persoalan-persoalan keindonesiaan meniscayakan pendekatan dan pemikiran yang komprehensif dan mendalam, antara lain melalui perspektif sosiologi. Dalam memahami radikalisme dalam konteks Indonesia dan keindonesiaan perlu pembacaan dan analisis yang multiperspektif serta sangat tidak memadai bila dicandra hanya dengan pandangan yang linier dan positivistik.

Kajian-kajian berdasar survey yang marak di Indonesia pasca reformasi seputar politik, keragaman atau pluralisme, radikalisme, terorisme, dan persoalan atau isu lainnya yang sering disebut sebagai masalah Indonesia tentu membantu memahami keindonesiaan dan bermanfaat untuk banyak kepentingan membangun Indonesia.

Namun penting memberi catatan kritis atas kajian survey tersebut lebih- lebih manakala dikonstruksi secara dangkal, linier, dan parsial karena tidak akan memadai dalam membaca dan menjelaskan Indonsia dengan keindonesiaannya yang kompleks. Bersamaan dengan itu hasil-hasil survey yang terbatas itu jika dipahami secara mutlak dan tunggal maka akan melahirkan bias pemahaman tentang Indonsia dan keindonesiaan di era mutakhir, yang kemudian dapat membangun cara pandang yang melahirkan kebijakan yang tidak tepat seperti dalam menghadapi masalah radikalisme akhir-akhir ini.

Karenanya dapat dipahami adanya kontroversi tentang konsep radikalisme yang menjadi wacana publik di Indonsia terakhir karena masih membawa muatan pandangan dan pelekatan yang ambigu, dengan kecenderungam mengaitkan radikalisme pada sebatas radikalisme agama atau lebih khusus lagi radikalisme Islam. Kontroversi itu tentu bukan pada persoalan setuju dan tidak setuju dalam menghadapi radikalisme tetapi lebih pada perdebatan tentang konsep, pemikiran, sasaran atau objek, cakupan, strategi atau cara, serta kebijakan tentang radikalisme di Indonesia. Tetapi lebih pada bagaimana masalah radikalisme dikaji dan dikonstruksi secara menyeluruh dengan sudut pandang yang mendalam dan multiperspektif, yang dapat didialogkan dalam kehidupan kebangsaan yang menjujungtinggi tradisi muysawarah sebagaimana spirit sila keempat Pancasila.

Dalam konteks memahami Indonesia dan keindonesiaan -- yakni berbagai kaitan yang menyangkut keberadaan, keadaan, dinamika, dan aspek-aspek kebangsaan lainnya yang menyatu dengan identitas kebangsaan-- yang kompleks dan tidak sederhana itu penting didalami dan diperbincangkan secara keilmuan terutama dalam perspektif sosiologi interpretatif (the sociology of interpretation) sebagaimana dikembangkan Max Weber.

Dalam pandangan Weber seperti dikutip Ritzer (1992: 125), sosiologi ialah “...is a science concerning itself with the interpretative understanding of social action and thereby with a causal explanation of its course and consequence”. Sosiologi “interpretatif” (interpretative) atau sering disebut juga sosiologi interpretif (interpretive) berbasis pada ilmu pengetahuan “interpretive science”.

Dalam perspektif sosiologi interpretatif dibahas fenomena yang mengandung makna problematik dengan tujuan mengungkap makna-makna yang memberikan dasar bagi tindakan manusia yang penuh arti, yang dalam diksi Weber untuk menemukan “the subjective meaning” atau arti- arti subjektif di balik fenomena atau perilaku verbal.

Dengan sosiologi interpretatif dapat diketahui pula pemahaman-pemahaman intersubjektif mengenai sistem- sistem simbol dalam kehidupan manusia dengan segala derivasinya (Pressler, 1996). Perlu “tafsir sosial atas kenyataan” tentang radikalisme di Indonesia sebagaimana alat analisis interpretatif yang dikembangkan Berger dan Luckmann (1990), sehingga terbuka banyak pemaknaan atas persoalan radikalisme dalam berbagai kaitannya yang bersifat subjektif, objektif, dan intra-subjektif satu sama lain.

Perlu pemahaman yang mendalam (verstehen, emik, dan ideografis) seputar isu radikalisme dan berbagai tautannya dalam kehidupan kebangsaan di Indonesia akhir-akhir ini. Agar persoalan radikalisme tidak linier dan hanya ditujukan pada satu objek dengan mengabaikan objek lainnya, serta menggunakan satu sudut pandang berpijak survey atau kajian terbatas, tanpa mengkaji secara multiaspek dan dengan pandangan multiperspektif.

Berangkat dari permasalahan tersebut maka penting dikaji terutama dengan menggunakan perspektif sosiologi bagaimana menjelaskan masalah radikalisme di Indonesia secara mendalam serta mengembangkan moderasi keindonesiaan sebagai jalan baru menuju Indonesia ke depan sebagaimana cita-cita para pejuang dan pendiri bangsa. Berdasar latarbelakang permaslaah tersebut maka dalam pengukuhan Guru Besar ini, penulis mengangkat bahasan tentang “Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan dalam Perspektif Sosiologi”.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement