REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta menyarankan pemerintah melarang kegiatan-kegiatan yang berpotensi memicu mudharat pada perayaan Natal dan tahun baru. “Sebaiknya aparat pemerintah melarang saja jika ada kegiatan-kegiatan yang sifatnya mudharat, supaya tidak memancing kerusuhan,” kata Ketua Umum MUI Provinsi DKI, KH Munahar Muchtar, saat membuka Sarasehan Kebangsaan MUI DKI Jakarta, di Jakarta, Rabu (11/12).
Dia mengatakan, dalam menjaga Jakarta agar tetap kondusif, MUI akan berada di front paling depan sebab bagaimana pun Jakarta adalah barometernya Indonesia sehingga goncangnya Jakarta, bisa memporakporandakan Indonesia.
Sarasehan yang mengangkat tema "Membangun Kesadaran Umat dalam Melawan Radikalisme dan terorisme" ini juga membahas penggunaan istilah radikalisme dan terorisme. Penggunaan kedua istilah tersebut belakangan ini mengesankan seolah ditujukkan kepada Islam.
Padahal, kata dia, dari silaturahim ini saja muncul pesan kuat bahwa peristiwa-peristiwa bom bunuh diri atau lainnya jelas-jelas bukan ajaran Islam. “Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, jangankan bunuh diri atau bunuh orang, bunuh makhluk lainya saja tidak boleh, kita diajarkan supaya saling kasih sayang kepada semua mahluk,” tutur dia.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dede Rasyada, menambahkan radikalisme dan terorisme di Indonesia yang paling mengerikan justru lone wolf (serigala kesepian). Mereka adalah orang orang yang putus asa, mungkin karena kecewa, karena diperlakukan dengan tidak adil atau lainya.
“Dan biasanya menyendiri, tidak pernah bergaul tidak shalat berjamaah dan jarang keluar rumah,” kata dia. Acara ini diikuti 100 peserta, di antara datang pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kodam Jaya, organisasi masyarakat Islam se-DKI Jakarta, FKUB dan MUI tingkat Kota di DKI Jakarta.