REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAG -- Pegiat Hak Asasi Manusia yang tergabung dalam komunitas Free Rohingya Coalition (FRC) mengajak masyarakat global memboikot Myanmar. Dilansir di Aljazirah, Senin (9/12) ajakan tersebut dilakukan sehari sebelum sidang genosida dimulai di Mahkamah Internasional, Den Haag, Belanda.
Kampanye Boikot Myanmar dengan 30 organisasi di 10 negara ini menyerukan perusahaan, investor asing, organisasi profesional, dan budaya untuk memutuskan hubungan kelembagaan mereka dengan Myanmar. Lebih dari 730 ribu orang Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh setelah tindakan keras brutal oleh militer pada Agustus 2017. PBB menyatakan tindakan itu merupakan kejahatan genosida.
FRC menjelaskan kampanye itu bertujuan menekan secara ekonomi, budaya, diplomatik dan politik pada pemerintah koalisi Myanmar Aung San Suu Kyi dan militer. "Kami melakukan ini untuk memperbaiki kesalahan pemerintah dan militer Myanmar ... bukan karena kami membenci sesama warga Burma. Kami ingin melihat negara kami sebagai negara maju tetapi karena investasi yang diterima ternyata untuk membiayai genosida, kami terpaksa melakukan ini," ujar Ro Nay San Lwin, seorang Muslim Rohingya dan salah seorang pendiri FRC kepada Aljazirah.
Myanmar di Den Haag
Pemimpin de fakto Myanmar dan peraih Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, yang tiba di Belanda pada Ahad (8/12) akan hadir untuk dengar pendapat yang dimulai setelah gugatan diajukan oleh Gambia pada November. Kantor Aung San Suu Kyi memposting gambar kedatangannya di bandara Schiphol Amsterdam di mana ia disambut oleh duta besar untuk Belanda dan kemudian menuju ke Den Haag.
Aung San Suu Kyi mendapat kecaman keras dalam beberapa tahun terakhir karena ketidaksediaannya berbicara tentang krisis Rohingya, kendati kampanye militer Myanmar yang keras melawan kelompok minoritas. Beberapa unjuk rasa direncanakan dalam beberapa hari mendatang di kota Belanda oleh kelompok-kelompok yang selamat dari Rohingya, dan juga oleh para pendukung pemerintah.
Gambia mengajukan gugatan atas nama Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), di mana Myanmar mayoritas beragama Budha dituduh melakukan genosida, kejahatan internasional paling serius, terhadap minoritas Rohingya. Selama tiga hari persidangan, tim hukumnya akan meminta panel 16 anggota hakim PBB di Mahkamah Internasional untuk melakukan langkah-langkah sementara dalam melindungi Rohingya sebelum kasus tersebut dapat didengar secara penuh.