REPUBLIKA.CO.ID, CAMBRIDGE – Seorang Muslim sejati seharusnya tidak bisa menjadi teroris dan Islam bukanlah agama yang menghasilkan teroris.
Pernyataan ini disampaikan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, pada Kamis (5/12), saat upacara peresmian Masjid Pusat Cambridge yang dia hadiri bersama ibu negara Emine Erdogan dan sekelompok pejabat tinggi Turki, dilansir di Anadolu Agency, Jumat (6/12).
Dia mengatakan, rasisme, diskriminasi, dan Islamofobia telah menyebar seperti tumbuhan jelatang atau toxicodendron radicans di negara-negara yang dulu dipandang sebagai tempat lahir demokrasi.
Dia melakukan perjalanan ke Cambridgeshire untuk menghadiri upacara dari London, di mana dia tiba lebih awal pekan ini untuk menghadiri KTT para pemimpin NATO.
Erdogan mengatakan tempat kerja, rumah, dan tempat-tempat ibadah umat Muslim dan orang asing menjadi sasaran rasis dan fasis hampir setiap hari. "Muslimah dilecehkan hanya karena mereka mengenakan jilbab dalam serangan Islamofobia," kata Erdogan.
Dia menambahkan Yahudi, orang kulit hitam dan siapa pun yang terlihat berbeda ditargetkan dalam serangan sama.
Terutama serangan yang menargetkan tempat-tempat ibadah telah mencapai dimensi luar biasa, tambahnya, mengingat serangan masjid di Selandia Baru, serangan gereja di Sri Lanka, dan sinagoge di AS.
“Sebagai Presiden Turki, kami telah mengatakan terorisme adalah musuh bersama. Anda tidak bisa menyatukan kata-kata teror dan Islam. Jika Anda terus melakukannya, maka kami mengutuk mereka yang melakukannya," tambahnya.
Erdogan mengatakan Turki telah memerangi Daesh / ISIS lebih efektif daripada negara lain, mencatat bahwa 3.000 teroris dinetralkan hanya di kota Suriah Bab Al.
Erdogan mengatakan dia menolak setiap perbedaan teroris "baik atau buruk" dan semua teroris Daesh, FETO, PKK / YPG, bahkan Neo-Nazi adalah 'vampir yang haus darah'.