REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah aktivitas dakwah seperti sosial, politik, kenegaraan, dan agama, bukan berarti Rasulullah abai terhadap keluarga. Rasulullah justru merupakan sosok panutan, bahkan dari aspek kepemimpinan di lingkup keluarga.
Sebagaimana lumrah diketahui, Rasulullah SAW merupakan pribadi yang penyayang kepada semua makhluk. Rasul juga dikenal sebagai sosok pelindung dan amat mencintai keluarganya. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban, Rasulullah SAW berkata:
"Khairukum, khairukum li-ahlihi wa ana khairukum li-ahlikum,". Yang artinya: "Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik kepada keluarga,".
Hadis ini merupakan perkataan Rasulullah yang menegaskan bagaimana perlakuan beliau terhadap keluarga sangatlah besar. Penuh dengan cinta kasih, akhlak terpuji, hingga kebijaksanaan yang menaungi keluarga.
Tak hanya itu, Rasulullah juga sosok penyayang dan ramah kepada anak-anak. Hal ini diakui langsung oleh Anas bin Malik yang kesehariannya lebih banyak mendampingi Rasulullah SAW. Anas bin Malik berkata: “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih sayang kepada keluarga, selain Rasulullah,".
Keakraban beliau kepada keluarga terlihat jelas dalam berbagai kesempatan dan diabadikan dalam tangkapan hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi. Contohnya, pernah pada suatu ketika Rasulullah mencium salah seorang cucunya, yakni Hasan bin Ali.
Kejadian itu disaksikan langsung oleh al-Aqra‘ bin Habis yang kemudian diriwayatkan ke dalam hadis oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Al-Aqra‘ pun berkomentar: “Aku memiliki sepuluh orang anak, tapi tak ada satu pun yang biasa kucium,". Rasulullah SAW menoleh ke arahnya dan menjawab: ”Siapa yang tak sayang, maka tak disayang,”.
Bentuk lain kasih sayang dan kelembutan Rasulullah kepada anak-anak adalah tidak membebani mereka di luar kemampuannya. Disebutkan, pada saat perang Uhud, beliau didatangi sejumlah anak yang ingin ikut berperang.
Namun dengan lembut, beliau menolak keinginan mereka lantaran usia mereka yang belum cukup, alias masih kecil. Adapun anak-anak yang datang kepada Rasulullah itu antara lain Abdullah bin Umar bin Khathab, Usamah bin Zayd, Usaid bin Zhuhair, Zayd bin Tsabit, Zayd bin Arqam, Arabah bin Aus, Amr bin Hazm, Abu Said al-Khudri, dan Sa‘d bin Habah.
Rasul pribadi yang bijak ke istri
Penolakan Rasulullah ini merupakan bentuk kasih dan sayangnya. Bahwa Rasulullah melindungi diri anak-anak dari kemungkinan bahaya yang bisa didapatkan, meskipun begitu, niat anak baik anak-anak tersebut kemungkinan telah mendapatkan ganjaran di mata Allah SWT.
Dengan demikian, tak ada satu pun alasan pembenar bagi kita untuk mengikutsertakan anak-anak kita dalam hal yang mengandung nilai bahaya, baik itu tindakan positif apalagi yang mengarah pada nilai-nilai negatif.
Sayangnya, pelibatan anak-anak di bawah umur kerap kita temui belakangan ini. Baik saat kampanye praktis, mengamen di jalanan, hingga peristiwa bom bunuh diri yang belakangan ini marak terjadi. Jika acuan kita adalah Rasulullah SAW dan Alquran, sudah seharusnya akhlak Rasul ini dijadikan suri tauladan yang paling nyata.
Bahwa dengan mencintai terhadap sesama, kawan, relasi, hingga keluarga, Allah SWT semakin dekat dengan kita. Jika Allah telah dekat, maka sesungguhnya langkah-langkah kita di dunia dapat dimudahkan dan akan dikembalikan kepada sebaik-baiknya perjanjian di akhirat.
Tak hanya itu, perangai lembut Rasulullah pun telah dicontohkan pada istri-istrinya. Dalam berbagai literatur, Rasulullah bahkan telah mencontohkan bagaimana laku sikap dan kata-katanya terhadap istri-istrinya sendiri. Belum ada satu hadis pun yang menyebut bahwa Rasulullah pernah memukul atau mengumpat istri-istrinya.
Rasulullah berpesan kepada para suami agar tetap bersabar menghadapi sikap para wanita yang kurang disukai. Meski ada hal-hal yang tidak disukai dari gelagat atau sikap istri, hal itu tidak menjadi alasan bagi para suami untuk berlaku kasar.
Rasulullah SAW berkata dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dan Imam Ahmad: "La yafrak mu'minun mu'minatan in kariha minha khuluqan radhiya minha akhara,". Yang artinya: "Janganlah marah (laki-laki Muslim/suami) kepada seorang wanita Muslimah (istri). Jika tidak menyukai perangai darinya, maka sukailah perangai lainnya,".