REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Biki Zulfiki Rahmat
Setiap usaha yang kita lakukan seperti bekerja, berwirausaha, berdagang, dan bertani tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tanpa usaha, tentunya kita tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup berupa sandang, papan, dan pangan. Karena itu, sebagai seorang Muslim, kita diperintahkan Allah untuk bersungguh-sungguh berusaha. Sebab, dengan berusaha, berarti kita telah menempuh jalan kemandirian memenuhi kebutuhan tersebut.
Namun, terkadang sesaat setelah usaha ditempuh, kita masih merasa serbakekurangan dan kepayahan untuk memenuhi apa yang kita butuhkan. Saat itulah sering timbul godaan dari nafsu syahwat, nafsu yang selalu mengajak pada perilaku boros, dengan cara meminjam uang kepada lembaga keuangan karena saat membutuhkan sesuatu harus segera mungkin dipenuhi. Dengan kondisi demikian, dalam era digital, bermunculan pinjaman daring (online) ilegal yang merampas kebebasan kreditur sehingga banyak terjadi bahaya yang mengancam.
Tentunya, fenomena tersebut patut kita renungkan karena telah menciptakan perilaku boros (konsumtif) sehingga merenggut korban. Salah satu kasus bunuh diri seorang supir taksi, misalnya, karena terjerat utang pinjaman daring haruslah menjadi bahan renungan bersama. Pinjaman daring (baca: teknologi finansial) itu, seperti ditulis sang supir dalam surat wasiatnya sebelum bunuh diri, disebut sebagai jebakan setan.
Pinjaman akan menjadi jebakan setan bila kita meminjam tanpa mampu membayarnya. Kita bekerja hanya bertujuan tidak untuk mengumpulkannya, apalagi dibelanjakannya dengan bijak, tetapi untuk membayar cicilan. Parahnya lagi, kita hanya mementingkan nafsu dengan cara foya-foya tanpa peduli terhadap dampak pemborosan. Padahal ,di dalam Islam seperti tercantum di dalam Alquran cara pengelolaan ekonomi yang baik (good financial planning) mencakup dua hal.
Pertama, kecakapan mencari materi (usaha atau kerja). Allah SWT berfirman, Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS al-Jumu'ah [62]: 10). Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup, kita perlu mengoptimalkan daya diri untuk mencari rezeki melalui aktivitas usaha dan bekerja.
Kedua, kecakapan membelanjakan harta pada pos-pos pengeluaran yang tepat dengan cara berhemat (tidak boros). Allah SWT berfirman, Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenngu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (QS al-Isra` [17]: 29). Tanpa kemampuan berhemat, materi yang kita dapatkan akan serta-merta habis dan menyebabkan kita menjadi serbakekurangan karena kebutuhan hidup yang makin meningkat secara hierarkis.
Karena itu, Islam hadir ke muka bumi untuk menciptakan mentalitas yang baik, kokoh, dan tahan banting dengan cara berhemat dan menjauhi gaya hidup mewah. Allah SWT memerintahkan kita agar memenuhi kebutuhan dengan cara sederhana dan bersahaja. Dalam bahasa lain, kita dilarang untuk hidup boros dalam mengelola keuangan.
Di dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman, Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS al-A'raf [7]: 31). Bahkan, teladan agung kita, Rasulullah SAW, bersabda, Jauhilah gaya hidup bermewahan. Sesungguhnya hambahamba Allah itu bukan orang-orang yang bermewahmewahan.
(al-Hadits). Beliau memperingatkan kita bahwa hidup bermewah-mewah, meskipun dengan barang-barang yang sifatnya mubah, berpotensi menyeret diri pada laku boros. Hal ini juga menandakan kita tidak mengapresiasi harta dan kekayaan dengan baik yang merupakan nikmat Allah sehingga laku boros termasuk ke dalam menyianyiakan harta. Karena itu, Islam memberi peringatan bahwa boros atau berlebihan dalam membelanjakan harta berbahaya bagi diri kita di dunia dan di akhirat.
Karena itulah, dengan mewaspadai bahaya dunia dan akhirat, kita bisa memiliki neraca tetap aman saat mendapatkan rezeki dari Allah; tidak besar pasak daripada tiang. Penghasilan dan pengeluaran pun menjadi seimbang. Allah SWT berfirman, Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengahtengah antara yang demikian (baca: berhemat). (QS al- Furqan [25]:67). Wallahua'lam bishshawwab.